Wednesday, March 13, 2013

Sekilas Tentang Bunguran Selatan

Bunguran Selatan merupakan salah satu kecamatan baru di Kabupaten Natuna, dahulu daerah ini merupakan bagian dari Kecamatan Bunguran Timur. Desa Cemaga ditunjuk sebagai ibukota Kecamatan yang terletak di sisi timur-selatan Pulau Bunguran ini. 

Wilayah kecamatan ini umumnya berada di daerah pesisir. Terletak  kurang lebih 20 km dari pusat kota Ranai. Kalau naik kendaraan sekitar 45 menitan berkendara. Objek wisata andalannya adalah pantai-pantai yang SUPER indah. Masih "perawan" cuy, karena belum banyak orang yang tahu tempat ini. Seperti Pantai Batu Kasah, Pantai Batu Madu, Pulau Akar, Pantai Pian Padang, Pantai Setengar, Pantai Sebagul, Pulau Kemudi, Pulau Jantai, Pantai Teluk Depeh, dan lain-lain.

Cerita rakyat juga banyak berasal dari Kecamatan ini, diantaranya adalah Telage Nek Gasi, Pulau Kemudi dan Pulau Jantai, Pulau Akar, Laut 10, Batu Mayat, Batu Gajah, dan lain-lain. Banyak pokoknya. Berikut beberapa foto yang akan saya share ya, sementara tempat-tempat lainnya akan saya bahas tersendiri dipostingan-postingan berikutnya.

Pantai Cemaga

Pulau Kemudi

Pantai Cemaga

Pulau Akar... anak gaul banyak bilang ni Pulau Spongbob..hhheee

Pantai Cemaga

Pulau Akar.. pulau unik yg hanya di tumbhi oleh sebatang pohon kelapa....
Sebuah pulau -belum tahu namanya- di Desa Setengar

Pantai Sebagul

Pesona Sejuba, Potensi Wisata Natuna yang Terpendam

Sejuba merupakan daerah pesisir di Kecamatan Bunguran Timur. Kalau anda pergi dari Ranai. Ada bukit kecil sebelum sampai ke pantai Tanjung / Teluk Selahang, nah itu lah Sejuba. Memang tak banyak yang tau tempat ni. Tapi kalau untuk istirahat oke juga lah. Banyak batu-batu dan pantainya juga bersih.

Daerah Sejuba merupakan pantai yang berisi bebatuan granit yang berserakan. Bebatuan ini terhampar di sepanjang pantai Sejuba. Sebagian bebatuannya ada yang berkelompok, ada juga yang terlihat "memisah". Oleh masyakarat Natuna -terutama anak mudanya- beberapa batu atau kelompok bebatuan ini mereka beri nama masing-masing.

Bersantai di pantai Sejuba adalah cara lain untuk menikmati pantai-pantai di Natuna. Laut lepas dan pulau Senua beserta lalu lalang perahu nelayan adalah daya tarik yang ditawarkan pantai ini. Atau bisa melihat agungnya sunrise ketika pagi akan menyingsing. Dan kesemua ini bisa jadi salah satu potensi wisata Natuna yang terbaru kelak.

Bebatuan Granit di Pantai Sejuba

Hamparan Batuan yang "terserak"

Pantai Sejuba















Pulau Senua dari Pantai Sejuba






Batu "closet"




Midai, si Mungil nan Menawan


Postingan kali ini saya akan ceritakan tentang Midai. Pulau kecil yang terletak di sebelah selatan pulau Bunguran Besar ini memang agak jauh dan "menyendiri". Soalnya tidak ada pulau lain yang menemani. Jadi terkesan terisolir. Ada cerita unik mengenai asal muasal nama Midai ni. Kata orang-orang, jaman dulu ada orang Inggris yang sedang berlayar, sampai tengah jalan ia berlayar dia temukan pulau kecil. Tengah jalan. Lalu ia gunakan radio untuk memberitahukan kepada rekan-rekannya dan bilang "mid way. mid way mid way", maka jadilah Midai Midai Midai, hahhaa. Betul atau tidaknya belum tau lah ya.

Menuju ke Pulau Midai harus naik kapal laut. KM. Bukit Raya milik PT. Pelni dan kapal-kapal perintis yang merupakan transportasi andalan untuk mencapai pulau ini. Berbeda dengan kapal-kapal perintis, KM. Bukit Raya tak dempet di dermaga karena laut Midai boleh dibilang dangkal. Jadi kapal akan berlabuh jangkar di tengah laut, dan kita akan bertukar dengan perahu kayu yang lebih kecil untuk mencapai pelabuhannya.

Terkesan ribet, letih apalagi. Tapi bagi kamu kamu semua yang ingin merasakan ketenangan, Pulau Midai merupakan tempat yang pas. Penduduknya masih boleh dibilang sedikit, rumah-rumah penduduk juga tak begitu ramai, dan agak sepi. Namun penduduknya dikenal ramah-ramah, cantik-cantik dan ganteng-ganteng (kaya gueh). 😆

Kita juga bisa menikmati pantai-pantai yang mengelilingi pulau Midai. Pantai yang bersih, dan masih alami sekali. Seperti pantai Harapan di Desa Air Putih dan pantai Tanung Kapal.


ni pelabuhan WK namenye....


Pantai Harapan, Air Putih
Pantai Harapan Air Putih
Salah satu jalan umum di Desa Air Putih

Puncak
Puncak
Sunset Midai
Sunrise at Air Putih
Pagi Hari dari Pelabuhan Rakyat
Air Putih Sunset
Air Putih Beach

Sedikit Cerita Natuna Dimasa Sebelum Kemerdekaan

Sejak Pemerintahan Kolonial Belanda berkuasa di seluruh penjuru tanah air, para petinggi kolonial yang di tempati di daerah-daerah tertentu umumnya orang-orang yang berpendidikan tinggi, sekurang-kurangnya berasal dari militer dan lihai menerapkan sistem kolonialnya. Mereka-mereka ini diangkat sebagai pegawai pemerintah seperti Resident, Kontelir dan Asisten Resident termasuk juga Aspiran kantor Kontelir. Disamping ilmu pemerintahan, mereka juga menguasai bidang-bidang ilmu yang lain seperti ahli pertanian (land ‘bouw), ilmu suku bangsa dan kebudayaan (etnologi), dan ilmu manusia serta adat istiadatnya (antroplogi). Yang pernah meneliti tentang adat-istiadat Pulau Tujuh (Kabupaten Natuna) yaitu “Van de Tillaard” bekas Posthouder Pulau Tujuh tahun 1913.

Dibidang etnologi mereka dapat menguasai orang-orang tempatan agar mudah berunding dan diajak kerjasama. Dan dibidang pertanian (land ‘bouw), mereka sangat berminat karena Indonesia memiliki tanah yang sangat subur dan dapat ditanam apa saja untuk keperluan negeri Belanda.

Kepulauan Natuna sejak di berlakukan Stbld. 1911 No 599 terdiri dari Kepulauan Anambas, Kepulauan Natuna Utara, Kepulauan Natuna Selatan, Sedangkan Kepulauan Tembelan masuk wilyah Tanjung Pinang. Oleh karena wilayah Pulau Tujuh waktu itu masih termasuk Kerajaan Riau Lingga, maka di wilayah Pulau Tujuh di tempati seorang “Amir” (Camat) oleh Sultan untuk mendampingi para Datok-datok (Datok Kaya) selaku tokong Pulau (Penguasa Pulau) yang terdiri dari 7 (tujuh) orang Datok (Lihat sejarah perjalanan Raja Ali Kelana ke Pulau Tujuh tahun 1896), yaitu : Datok Kaya Jemaja, Datok Kaya Siantan, Datok Kaya Tambelan, Datok Kaya Serasan, Datok Kaya Pulau Subi, Datok Kaya Pulau Laut, Datok Kaya Bungguran Barat, Datok Kaya Bunguran Timur. Dan ketujuh Datok Kaya ini langsung sebagai Pemegang Adat dan Kepala Adat setempat yang mengatur sistem pemerintahan tradisional (lihat Hukum Adat Wilayah Pulau Tujuh karangan Van de Tilaard 1913). Seorang Amir yang ditempati atau diangkat oleh Sultan atas persetujuan Residen Riau, adalah sebagai pejabat yang membantu Kontelir dan segala laporan tentang keadaan wilayah kerjanya harus melapor ke Terempa (sekarang Kabupaten Anambas) tempat kedudukan Kontelir pertama adalah di Tanjung Belitung dan pada tahun 1906 pindah di Sedanau dengan memindahkan seperangkat Rumah dan Kantor Kontelir.

PEREKONOMIAN SAAT ITU
Berdasarkan inisiatif Kerajaan Riau Lingga, di Pulau Midai di buka lahan untuk ditanam pohon kelapa (1895) untuk kesejahteraan Kerajaan sehingga didirikanlah sebuah serkah atau sejenis koperasi yang diberi nama “Ahmadi” tahun 1906 yang oleh Bung Hatta di nyatakan Koperasi yang tertua di Indonesia. Setiap tahun, kerajaan memungut dan mengambil hasil dari hasil kopra yang dijual di Singapura dan termasuk pungutan pajak hasil bumi di setiap wilayah yang dikuasai Datok.

Ahmadi & Co.
Waktu itu wilayah Pulau Tujuh (Kabupaten Natuna) merupakan gudang kelapa kering terbesar di Kerajaan Riau Lingga, Sehingga bermunculan serkah-serkah (koperasi) di wilayah Pulau Tujuh. seperti : Koperasi yang pertama kali didirikan adalah “Syarikat Natoena Co. Sedanau” tahun 1318 H yang dipelopori oleh Amir Raja Idris, kemudian menyusul “Syarikat Ahmadi” di Midai tahun 1324 H (1906) dan “Syarikat Terempa tahun 1332 H (1913) yang di beri nama”Syarikat Maatschappailijk Kapital“.

Ahmadi & Co.
Setelah penguasa Belanda menghapuskan Kerajaan Riau Lingga berdasarkan Stbld. 1913 No.51, maka diterbitkan pula surat keputusan baru berdasarkan “Javache Ceorant dan Cewestelijkkeur 11.C” yang menetapkan bahwa pungutan cukai oleh Datuk Kaya diteruskan dengan catatan orang luar dikenai cukai, sedangkan bagi anak negeri bebas cukai.

Gedung Ahmadi & Co. Midai Natuna

Untuk menguatkan kekuasaan pemerintah Kolonial Belanda di Wilayah Pulau Tujuh, maka diterbitkanlah sebuah keputusan Stbld.1913 No.19 agar dibentuk “Onderdistricht dan District” dengan menempatkan seorang Amir dimana adanya Datok sangat jelas begitu dibubarkannya Kerajaan Riau Lingga makin leluasalah Kolonial Belanda menjalankan roda Pemerintahan, dan terakhir dengan Stbld 1917 No. 55 menetapkan belasting (cukai) hasil kopra di wilayah Pulau Tujuh dan Kekuasaan Datok Kaya semakin lemah karena tindakan sepihak oleh penguasa Belanda. Habisnya kekuasaan Datuk Kaya di Wilayah Pulau Tujuh sampai menjelang penyerahan kedaulatan.
 
Pemerintahan Menjelang Perang Dunia II (1941-1945).
Sebelum pecah Perang Dunia II tahun 1941-1945 para pejabat yang masih menjabat sebagai “Amir” di Kepulauan Anambas dan Natuna adalah sebagai berikut :
  1. Pulau Jemaja : Almarhum Moehammad Yoenoes.
  2. Pulau Siantan : Almarhum Moehammad Dahlan.
  3. Pulau Midai : Almarhum Raja Moehammad (mantan Sekretaris Gubernur pertama Propinsi Riau).
  4. Pulau Serasan : Almarhum Amir Bismarack.
  5. Bunguran Barat : Almarhum Amir Rd. Soewardiono.
  6. Bunguran Timur : Almarhum Amir Ibrahim.
  7. Pulau Tembelan : Almarhum Encik Moehammad Apan (mantan Bupati pertama di Kepulauan Riau).
Para Pejabat ini tidak lagi keterkaitannya dengan penguasa Kerajaan Riau Lingga dan Kekuasaan Amir (Camat) waktu itu adalah penempatan yang diangkat oleh penguasa Belanda yang memperbantukan atasannya (Kontelir) di Wilayah Kepulauan Anambas dan Natuna.

Para Amir inilah yang selalu mewaspadai dirinya selaku Kepala Daerah, karena begitu Jepang masuk diantara pejabat yang di internir adalah Almarhum M. Dahlan (Amir Pulau Siantan) hingga tidak diketahui dimana meninggalnya.

Setelah Bung Karno dan Bung Hatta mengumumkan Proklamasi tanggal 17 Agustus 1945, rupanya tentara Belanda masih ingin menjajah di Republik Indonesia ini dan terjadilah agresi melawan Belanda. Di Pulau Midai terjadi pemberontakan Merah Putih pimpinan H. Basri Sabeh dan di Ranai terjadi penembakan tentara Belanda oleh Sareng dan MS. Kambay. Sersan Yansen kena tembakan dan Komandan Letnan Engels sempat menyelamatkan diri.






sumber : 
natuna.org
media.kompasiana.com
Sumber Buku :
Imbas Perang Pasifik di Kepulauan Anambas Natuna (Kepulauan Riau)

Oleh Wan Tarhusin, Bsc