Wednesday, May 15, 2013

KEKAH, selamatkan..!!!

Siapa yang tak tau binatang ni? Namanya Kekah, bahasa latinnya Presbytis natunae, kekah ini merupakan binatang endemik pulau Natuna, terutama di Pulau Bunguran Besar. Namun sayang, binatang langka ni terancam punah, joom kita liat artikel tentang Kekah ya.

Kekah adalah hewan primata langka yang hanya ada di daerah Kabupaten Natuna yakni pulau Bunguran Besar. Nama latin primata ini adalah Presbytis Natunae. Kekah tersebar dalam beberapa tipe habitat dan ketinggian (gunung tertinggi adalah Gunung Ranai 1.035 m dpl). Habitat yang dihuni Kekah Natuna antara lain, hutan primer pegunungan, hutan sekunder, kebun karet tua, daerah riparian, dan juga ditemui beririsan dengan hutan mangrove dan kebun campuran.

Kekah Natuna (Presbytis Natunae), merupakan fauna yang mengalami ancaman paling besar dan serius. Salah satu ancaman terbesarnya adalah kehilangan habitat akibat konversi lahan dan perburuan. Selain itu, jenis primata endemik ini sangat dikenal oleh masyarakat Natuna, karena memiliki nilai jual yang cukup tinggi. Kekah Natuna dijual dengan harga antara Rp. 300.000 hingga Rp. 800.000 per ekornya. Kekah yang masih muda memiliki nilai jual lebih tinggi, begitu juga kekah dewasa yang sudah terlatih atau jinak.

Banyaknya orang yang ingin memelihara Kekah Natuna ini, karena secara morfologi bentuknya sangat lucu dan unik, tubuhnya dibaluti oleh bulu-bulu berwarna hitam tebal dan di selingi warna putih dengan ciri khas wajah seperti memakai kacamata. Selain itu hewan ini juga mudah jinak, dan dianggap memiliki nilai prestisius bila memeliharanya. Beberapa orang yang memelihara kekah mengaku sangat mudah merawatnya, karena kekah mau diberi makan apa saja, seperti makanan yang biasa dimakan manusia (nasi, roti, susu, pisang, dan sayur-sayuran). Tentu saja banyak kasus kekah yang mati dalam pemeliharaan akibat konsumsi pakan yang tidak sesuai.


Selain itu primata ini di anggap menjadi musuh petani karena hewan sejenis kera ini suka memakan buah-buahan, dedaunan, dan umbi-umbian. Dengan banyaknya penebangan hutan dan di bukanya perkebunaan karet hewan ini semakin terancam habitatnya Karena ketiadaan kawasan konservasi di Kepulauan Natuna. Oleh karena itu, aksi perlindungan terhadap Kekah Natuna sangat mendesak untuk segera dilakukan. Bila tidak, dalam waktu dekat Kekah Natuna akan mengalami kepunahan, dan bumi ini akan kehilangan salah satu jenis primata endemiknya di Indonesia.


Kampanye Melindungi Kekah
Belum ada aksi nyata tentang perlindungan binatang langka ini, namun baru-baru ini, organisasi mahasiswa Natuna di Yogyakarta (IPMKN-Y) mengkampanyekan perlindungan Kekah lewat kaos yang dikenakannya bekerja sama dengan LSM yang bersangkutan. Baju kaos ini digunakan pada saat acara Bulan Bakti IPMKNY di Natuna bulan Juli-September 2012. Semoga saja hewan langka yang menjadi ciri khas Natuna ini bisa terlindungi dan tidak punah. dukungan PEMERINTAH sangat diharapkan dalam aksi ini.



-

Tuesday, May 14, 2013

Mengenal Makanan Khas yang Ada di Natuna

Biasanya setiap daerah selalu ada yang khas, entah itu pakaian, rumah, budaya, tarian, kesenian, olahraga, hingga makanan. Kekhasan yang dimiliki itu merupakan identitas tersendiri yang menujukkan suatu daerah. Nah sekarang saya nak posting tentang makanan khas daerah tempat saya, Natuna.

Natuna memiliki beragam makanan khas, bahan dasarnya merupakan bahan baku lokal yang banyak terdapat di Natuna seperti hasil laut dan sagu. Ada beberapa makanan yang sudah terkenal hingga keluar daerah. Beberapa diantarannya Tabel Mando, Kernas/Kasam, Mie Sagu, dan lain-lain.

Tabel Mando
Kita mulai dengan tabel mando, bahasa keren yang dipakai kawan-kawan mahasiswa yang kuliah di luar untuk memperkenalkannya adalah PIZZANA, pizza dari Natuna. Resep tabel mando ini ada yang terbuat dari ikan simbek (tongkol), sagu, dan kelapa (maaf kalau salah, koreksi ye). Biasenya dibuat berbentuk lingkaran macam pizza, makanya disebut pizzaNa. Paling enak dimakan dengan "cecah sambel", terus pasangannya "aek kahwe (kopi)".

Nong gembo ni mbe nak nong tukoh e
Makanan ini sangat terkenal disana, biasanya setiap kali ada festival makanan ini pasti ada yang menjual. tapi sekarang ni mudah didapat, datang aje tiap minggu ke pantai Teluk Selahang, and enjoy it.!

Kernas / Kasam
Yang satu ni namanya kasam / kernas, ia merupakan makanan cemilan favorit di Natuna. Mudah dibuatnya, bahan yang digunakan juga sederhana. Makanan ini juga terbuat dari ikan tongkol atau simbek sama seperti Tabel Mando diatas. Jarang lho kalau orang udah mencobanya cuma 1 kali, pasti mau trus deh kalau udah coba. Jadi berhati - hati lah. 😀
Kernas
Bagi para pendatang yang ingin mencicipi makanan ini janganlah khawatir. Tabel Mando dan Kernas sangatlah mudah untuk ditemukan. Cemilan ini banyak dijual di kawasan wisata pantai Teluk Selahang di Kecamatan Bunguran Timur Laut. Ada banyak jenis jajanan yang tersedia yang siap menemani santai sambil menikmati indahnya pantai.
air kelapa + kasam, + gorengan2 = MAKNYOS...!!!!!!
Perpaduan kuliner yang mantap sambil menikmati indahnya pantai. :)



sumber : http://kelvin-pstoph.blogspot.com

Monday, May 13, 2013

Pesona Batu Alif, Taman Batu Besar di Natuna

Assalamu'alaikum.
Alhamdulillah akhirnya bisa ngeblog lagi. Kali ini saya ingin memposting tentang keindahan Batu Alif, bahasa kerennya adalah Alif Stone Park. Lokasinya berada di daerah Sepempang, Kecamatan Bunguran Timur, berjarak 7 km kalau dari kota Ranai, sekitar 15 menit perjalanan dengan kecepatan rata-rata kendaraan bermotor. Letaknya sebelum RRI Ranai, Alif Stone Park ini dihiasi oleh beragam batu-batu granit yang indah, kebanyakan batu-batunya bersusun bertumpak. Saya waktu kecil dahulu menyebut tempat ini sebagai komplek batuan betumpak (ngasal). Penasaran? jom lah kita liat gambar-gambarnya.


Kawasan Alif Stone Park, batu tegak tersebut merupakan simbol dari batu Alif, karena bentuknya tegak lurus seperti huruf Alif dalam abjad Arab



Pemandangan dari Batu Alif sangatlah indah. Antar batuan yang terhampar di dekat pantai dihubungkan dengan jembatan-jembatan kecil sehingga kita bisa menjangkau bebatuan di atas laut. Kita juga bisa melihat pulau Senua dari selah-selah batu yang terhampar di lautan. Saat sore, matahari tenggelam dibalik gunung Ranai merupakan momen yang ditunggu untuk diabadikan, begitu pula dengan view matahari terbit dipagi hari. Luar biasa!
Gunung Ranai dari Batu Alif

Pulau Senoa dilihat dari Batu Alif.
 



Sip, next posting semoga lebih banyak lagi yang dibagikan yak.

Saturday, May 11, 2013

Silsilah Ulama Masjid Jamik Sabang Barat Midai (bagian 3)

------lanjutan dari bagian 2-----


7. Haji Muhammad Jamin
Nama lengkapnya ialah Haji Muhammad Jamin bin Abdul Hamid. Beliau berasal dari Bunguran (Natuna). Mula-mula beliau belajar di salah satu pondok di Kedah, lalu meneruskan pengajiannya ke Patani. Antara pondok pengajian yang terkenal di Kedah semasa beliau menuntut di sana ialah Pondok Langgar, Pondok Gajah Mati dan lain-lain.

Ulama yang mengajar di pondok Gajah Mati pada ketika itu ialah seorang ulama besar yang bernama Sheikh Ibrahim bin Abdul Qadir bin Musthafa al-Fathani, iaitu saudara sepupu Sheikh Ahmad bin Muhammad Zain bin Musthafa al-Fathani. Ramai yang berasal dari Indonesia masuk pengajian di pondok Gajah Mati tersebut, di antara yang sangat terkenal dan menjadi ulama besar yang mengajar di Masjidil Haram, Mekah iaitu Sheikh Abdul Qadir bin Abdul Muthallib al-Mandailin (Mandailing).

Belajar ke Mekah dan guru-gurunya
Haji Muhammad Jamin juga belajar di Patani setelah pulang dari Midai. Kemudiannya beliau meneruskan perjalanan ke Mekah untuk melanjutkan pengajiannya. Antara ulama Patani yang menjadi guru beliau ialah Sheikh Daud bin Musthafa al-Fathani dan Sheikh Ismail bin Abdul Qadir bin Musthafa al-Fathani (Pak De El).

Beliau juga belajar kepada ulama-ulama Arab, di antaranya Sheikh Muhammad Said al-Babshili, Sheikh Ali al-Maliki dan lain-lain. Apabila memperhatikan kitab-kitab peninggalan Haji Muhammad Jamin yang hampir dua pertiga dalam berbahasa Arab, maka cukup meyakinkan penulis bahawa beliau memang menguasai ilmu-ilmu alat Arabiyah seumpama ilmu Nahwu, Saraf, Bayan, Mantik dan lain-lain.

Kitab-kitab yang diajar
Seperti mana imam-imam sebelumnya, beliau juga mengajar beberapa kitab. Di antaranya Mathla al-Badrain, Munyatul Mushalli, Ushulut Tahqiq dan sebagainya.

Perwatakan Pribadinya
Haji Jamin adalah seorang yang alim serta warak. Antara perwatakan peribadinya yang lain, beliau dikenali sebagai seorang yang tidak banyak bercakap, melainkan perkara yang penting. Apabila ada yang tidak disukainya, maka beliau banyak mendiamkan diri, sekiranya keadaan tersebut memang tidak dapat untuk dinasihati.

Antara amalan rutin yang dikerjakannya seperti berzikir sesudah solat subuh, sembahyang Isyraq dan Dhuha yang dikatakan tidak pernah ditinggalkannya, sembahyang Tahajud yang hampir setiap malam dilakukannya, puasa setiap Senin dan Kamis dan lain-lain lagi amalan-amalan sunat. Perkara ini diketahui berdasarkan keterangan yang penulis peroleh daripada Haji Syafii yaitu menantunya yang tertua. Hobinya ialah memukat ikan.

Keturunan  
Haji Jamin pernah berkahwin beberapa kali. Perkahwinan yang pertama dengan Radhiah dan mendapat anak bernama Fatimah yang berkahwin dengan Haji Syafii. Perkahwinan kedua dengan Kasum, tetapi tidak mendapat anak. Perkahwinan ketiganya ialah dengan Hajah Zainab dan mendapat beberapa zuriat iaitu Aminah, Zalikha, Radhiah dan Hamidin. Terakhirnya pada perkahwinan keempat dengan Maryam mendapat anak bernama Rahmah.


----------------------

8. Haji Musa
Nama lengkap beliau ialah Haji Musa bin Muhammad Qasim @ Haji Bujang. Beliau tamat Sekolah Rakyat dalam tahun 1919 M. Belajar tentang ilmu Islam daripada beberapa ulama, antaranya Haji Abdullah Yusuf, Haji Abdur Rahman Ambon, Haji Muhammad Janik, Haji Muhammad Kepul, Haji Abu Bakar Pontianak, Haji Abdullah Terengganu dan lain-lain.
Lukisan wajah H. Musa yang dilukis menantu beliau

Haji Musa berkahwin dengan Hajah Aisyah, yang dilahirkan di Mekah. Haji Musa dikatakan seolah-olah sebagai pengganti Haji Abdullah Yusuf dalam mendidik masyarakat di Air Putih dan sekitarnya. Isterinya pula mendidik kumpulan perempuan. Antara ilmu-ilmu yang diajar oleh sepasang suami dan isteri itu adalah ilmu fiqih, usuluddin dan tasauf. Haji Musa juga dikenali sebagai tukang sunat atau istilah kini Tok Mudim.

Muzakarah penulis dengan Haji Musa
Penulis pernah bermuzakarah dengan Haji Musa pada tahun 1967 M, ketika beliau baru sembuh daripada sakitnya. Dalam muzakarah tersebut, antara yang dibincangkan adalah berkaitan Masjid Jamek Sabang Barat, membincangkan ilmu tauhid menurut metod Sifat 20, fahaman Abu Hasan al-Asyari dan Abu Mansor al-Maturidi.

Selain itu, beliau menunjukkan kepada penulis sebuah kitab Melayu/Jawi yang berjudul Bahjatus Saniyah, karangan Sheikh Daud al-Fathani. Kebanyakan perbicaraan antara penulis dengan beliau banyak berkisar permasalahan fiqh menurut Mazhab Syafie. Bahkan beliau menceritakan juga tentang amalan Salawat Dala-ilul Khairat yang berasal dari Sheikh Sulaiman al-Jazuli. Amalan tersebut diterimanya daripada Haji Abdur Rahman Ambon. Bahkan beliau menjelaskan bahawa ada beberapa perkara yang mesti dikerjakan setiap hari ke atas setiap orang Muslim iaitu, istighfar, zikir, selawat dan membaca al-Quran.

Beliau menjelaskan bahawa istighfar hendaklah dibuat sekurang-kurangnya 70 kali sehari. Zikir pula sekurang-kurangnya 300 kali, manakala selawat sekurang-kurangnya 40 kali dan yang terakhir membaca al-Quran sekurang-kurangnya tiga puluh ayat sehari semalam. Menurut beliau hal tersebut adalah seperti mana yang difatwakan oleh kebanyakan guru.

Keturunan
Haji Musa memperoleh 14 orang anak iaitu: Bakri, Fatimah, Zainab, Roqiah, Sabki, Sanusi, Zalikha, Fauzi, Salmah, Faruk, Jamilah, Khadijah, Fauziah dan Aminah.


----------------

9. Haji Abdur Rahman al-Mahmudi
Dilahirkan di Pulau Panjang Indoman, Kecamatan Cerenti, Kabupaten Inderagiri, Indonesia. Beliau melanjutkan pengajian agama Islam di Padang, Sumatera Barat. Setelah tamat pengajian, beliau membuka Madrasah di kampung kelahirannya.

Tidak lama kemudian, keluarganya di Midai membawanya pindah ke Midai untuk mengajar mengaji al-Quran dan mendidik kaum keluarganya di Midai. Setelah itu, saudara sepupunya yaitu Fakih Muhammad Yusuf bin Muhammad Karim menghantarnya ke Mekah, bertujuan memasuki pengajian Madrasah Darul Ulum yang terkenal pada waktu itu.

Menurut cerita beliau kepada penulis, pada ketika itu telah terjadi satu kekacauan yang menyebabkan beliau terpaksa berhenti belajar dan mengikuti latihan ketenteraan. Tujuannya mengikuti latihan itu adalah sebagai satu peluang melarikan diri daripada penjagaan yang ketat. Maka setelah itu beliau berjaya meloloskan diri dari Mekah ke Pulau Pinang dan Singapura. Akhirnya terus pulang ke Midai. Setelah sampai di Midai, beliau meneruskan mengajar keluarga dan sanak saudaranya tentang ilmu-ilmu yang dituntutnya selama bertahun-tahun.

Kebolehan dalam ilmu al-Quran dan lain-lain
Selain mengajar sebagai imam Masjid Jamek Sabang Barat, beliau juga mengajar dengan kaedah berbentuk ceramah, secara langsung menterjemahkan al-Quran dan tafsirnya. Tidak dinafikan beliau seorang yang berkebolehan dalam bidang tersebut. Dalam bidang fiqih pula, beliau juga mengajar kitab Mathla al-Badrain seperti imam-imam sebelumnya. 

Haji Abdur Rahman al-Mahmudi diakui juga seorang yang fasih berbahasa Arab, yang sekaligus menguasai dalam bidang menterjemahkan al-Quran. Akan tetapi perkara ini tidak bererti bahawa beliau telah menguasai kitab-kitab Mazhab Syafie yang tinggi-tinggi ditulis dalam bahasa Arab.

Selain itu, beliau menguasai ilmu Nahwu dan Saraf, namun ia juga tidak bererti beliau juga menguasai ilmu bahasa Arab yang lain termasuk Ilmu Bayan, Badi, Balaghah, Arudh, Qawafi dan lain-lainnya. Hal ini penulis dapat ketahui ketika berdialog dengannya di Serasan, Indonesia pada tahun 1984 dan 1985.

Penutup
Tidak banyak perkara yang dapat diulas mengenai riwayat hidup Imam Masjid Sabang Barat yang kesembilan ini, iaitu Haji Abdur Rahman al-Mahmudi. Penulis hanya membicarakan secara umumnya sahaja berdasarkan kepada beberapa catatan-catatan yang ada dalam simpanan penulis.


-----------------------------
 

Mengenai Imam Masjid Jamek Sabang Barat yang terakhir, yaitu al-Fadhil Haji Sabkie bin Haji Musa tidak dapat dibicarakan lagi. Ini kerana data mengenainya telah hilang daripada catatan penulis. Hanya yang dapat dinyatakan bahawa beliau adalah anak kepada Imam Masjid Jamek Sabang Barat yang kedelapan, iaitu Haji Musa bin Muhammad Qasim.



Bersambung........

Sumber:
(Koleksi tulisan ALLAHYARHAM WAN MOHD. SAGHIR ABDULLAH)
http://www.utusan.com.my/utusan/info.asp?y=2008&dt=1006&pub=Utusan_Malaysia&sec=Bicara_Agama&pg=ba_01.htm

Friday, May 10, 2013

Silsilah Ulama Masjid Jamik Sabang Barat Midai (bagian 2)

------lanjutan dari bagian 1--------

3. Haji Abdur Rahman Ambon
Nama lengkap beliau ialah Haji Abdur Rahman bin Haji Muhammad Nur al-Ambuni. Beliau terkenal dengan gelar 'Pak Tuan Alim Ambon'. Menetap di Mekah dengan belajar sambil mengajar di sana sekitar 40 tahun lamanya. Banyak tempat yang dipelajarinya, termasuk dari ulama-ulama yang pernah mengajar Haji Wan Abdur Rahman bin Haji Abu Bakar, Imam Masjid Jamik Sabang Barat yang pertama yang pernah dibicarakan.

Penulis berpendapat, sebelum Haji Abdur Rahman Ambon datang ke Pulau Tujuh, beliau pernah mengembara ke Kalimantan Barat, Indonesia. Ini kerana penulis menemui sebuah kitab amalannya bernama Riyadhus Shalihin di Kampung Sungai Bundung, Kabupaten Pontianak, Indonesia. Di bagian pinggir kitab tersebut telah termaktub nama beliau. Berkemungkinan besar beliau ke Kalimantan Barat dengan seorang muridnya yang juga seorang ulama besar bernama Haji Muhammad Shalih dari Sarawak. Kubur ulama besar tersebut juga terletak di Sungai Bundung, Kalimantan Barat.

Bahkan dikatakan Haji Abdur Rahman Ambon juga mungkin pernah ke Sarawak, kerana hobinya memang gemar menyebarkan Islam dengan mengembara. Bahkan sebelum ke Midai, beliau pernah mengajar di Pulau Natuna (gugusan pulau Bunguran), terutama Pulau Tiga dan Sedanau. Haji Abdur Rahman Ambon dikenali sebagai seorang ulama ahli sufi dan dikatakan mempunyai beberapa kekeramatan. Diceritakan bahwa pernah terjadi satu kebakaran di Pulau Tiga yang menghabiskan banyak perkebunan kelapa. Maka beliau terus berdiri dan berdoa, lalu secara tiba-tiba saja datang angin serta hujan lebat yang secara tidak langsung memadamkan api.

* Murid-murid Haji Abdur Rahman Ambon
Murid-murid beliau sangat ramai, baik di Mekah, Kalimantan Barat maupun Sedanau, Pulau Tiga, dan juga Midai. Bahkan boleh dikatakan hampir kesemua imam Masjid Jamik Sabang Barat selepas beliau adalah muridnya. Mereka adalah:
  1. Haji Muhammad Shalih, yang berasal dari Sarawak seperti yang disebutkan. Beliau adalah ulama besar yang menyebarkan Islam di Kalimantan Barat dan Sarawak. Semasa di Pontianak, beliau berkahwin dengan ibu saudara Haji Abdur Rani Mahmud, yaitu seorang ketua Majlis Ulama Kalimantan Barat. Mengenai beliau ini pernah disentuh oleh penulis tentang sejarah beliau secara terperinci. Haji Muhammad Shalih tersebut meninggal di Kalimantan Barat dan dimakamkan di Sungai Bundung, Indonesia.
  2. Haji Bujang, yaitu imam Masjid Jamik Sabang Barat yang keempat.
  3. Haji Mat Tali, imam yang kelima.
  4. Haji Muhammad Mirun, imam yang keenam.
  5. Haji Muhammad Jamin, imam masjid yang ketujuh.
  6. Haji Musa, imam yang kelapan.
Mengenai murid-murid beliau yang di tempat lainnya tidak dapat dinyatakan. Ini kerana hanya dapat diketahui bahwa beliau mempunyai ramai murid di berbagai tempat, tetapi nama-nama mereka tidak dapat dikenal pasti dengan mendalam.

Keturunan
Haji Abdur Rahman Ambon mendapat seorang anak perempuan lalu dikawinkan dengan murid dan anak angkatnya iaitu Haji Muhammad Mirun. Anak lelakinya juga hanya seorang yaitu Haji Bujang bin Haji Abdur Rahman Ambon. Tuan Guru Haji Abdur Rahman Ambon meninggal dunia di Midai, Indonesia pada 24 Jamadilakhir 1355H, dan dikuburkan di Perkuburan Suak Besar, berhadapan bekas Masjid Suak Besar.

Sekembalinya Tuan Guru Haji Abdur Rahman Ambon ke rahmatullah, maka digantikan pula dengan imam yang keempat. Terdapat sedikit pertikaian mengenai imam yang keempat ini, disebabkan banyak pendapat mengenainya. Menurut penduduk-penduduk Midai, imam Masjid Jamik Midai yang keempat adalah Haji Mat Tali dan ada mengatakan Haji Muhammad Mirun, juga Haji Bujang. 

Pun begitu, penulis meletakkan Haji Bujang sebagai imam yang keempat. Ini kerana jarak masa Haji Abdur Rahman Ambon meninggal dunia tidak jauh dengan meninggalnya Haji Bujang. Haji Abdur Rahman meninggal pada 24 Jamadilakhir 1355 H, manakala Haji Bujang meninggal dunia pada hari Rabu, 8 Syawal 1357 H.
----------------------------

4. Haji Bujang Bin Haji Ahmad Sulong
Nama lengkap beliau Haji Ali Ahmad bin Haji Ahmad Sulong. Beliau berasal dari Jawa. Menurut keterangan anaknya yaitu Syuamsuddin dari Solo, Jawa Tengah, pada saat H. Bujang membangun dan memelihara seluruh kemaslahatan Masjid Jamik Sabang Barat senantiasa berunding bersama-sama dengan dua sahabatnya. Mereka ialah:
  1. Haji Wan Abdullah bin Haji Wan Abdur Rahman. Beliau adalah selaku Kuasa Ahmadi & Co Midai. Beliau juga adalah nazir Masjid Jamik Sabang Barat.
  2. Penghulu Hasyim, iaitu saudaranya yang memang besar pengaruhnya, baik di mata masyarakat maupun pemerintah.
Sebelum Haji Bujang datang ke Midai, beliau banyak belajar di salah satu pondok pesantren di Jawa. Di Midai pula, beliau turut belajar kepada Haji Abdullah Yusuf dan Haji Abdur Rahman Ambon. Semasa menjadi imam di Masjid Jamik Sabang Barat, beliau bersama-sama saudara dan sahabatnya juga belajar dengan ulama besar yang datang ke Midai, yaitu Sheikh Umar. Oleh itu, Haji Bujang mempergunakan waktu yang baik itu untuk mendalami pengetahuannya, terutama ilmu tasauf. Sheikh Umar senantiasa berulang alik dari Midai ke Singapura dan Malaysia untuk mengajar. 

Selain sebagai imam, Haji Bujang juga seorang pedagang sukses pada zamannya. Beliau menikah sebanyak dua kali. Perkawinan pertama mendapat anak bernama Haji Ghazali, dan pernikahan kedua di Singapura dengan Fatemah. Melalui pernikahan kedua ini  mendapat beberapa orang anak iaitu Usman, Haji Ali, Khalid, Ishaq, Hamzah, Zainab, Khadijah, Syamsuddin, Siti Zalikha, Siti Zauyah, Siti Rahmah dan Siti Badariyah.

--------------------------

5. Haji Mat Tali
Mengenai beliau ini penulis tidak mendapat sebarang data. Dan hampir semua orang yang ditemui tidak dapat menjelaskan sebarang data mengenai beliau.

---------------------------

6. Haji Muhammad Mirun
Dimulai riwayatnya yang begitu mencintai ilmu pengetahuan, lalu mengembara hingga sampai ke negeri Patani. Pada zaman tersebut, Patani adalah tempat mendidik kader-kader Islam yang datang dari seluruh pelosok Tanah Jawi/Asia Tenggara. Semua guru pondok di zaman itu telah dididik oleh ulama-ulama Patani di Mekah, yaitu:
  1. Sheikh Ahmad bin Muhammad Zain bin Musthafa al-Fathani
  2. Sheikh Muhammad bin Ismail al-Fathani
  3. Sheikh Wan Ali bin ABdur Rahman al-Kalantani
  4. Sheikh Abdul Qadir bin Abdur Rahman al-Fathani
  5. Dan lain-lain lagi
Pondok-pondok pengajian di Patani yang terkenal pada zaman Haji Muhammad Mirun ke sana adalah berikut:
  1. Pondok Burmin
  2. Pondok Kelaba
  3. Pondok Semala
  4. Pondok Kuala Bekah
Tidak dapat diketahui pondok tempat Haji Muhammad Mirun belajar, ini kerana hampir semua yang ditanya tidak dapat memberi keterangan yang lengkap. Namun, yang jelas beliau hanya belajar di Patani. Nama pondok dan gurunya tidak dapat diketahui secara jelas. Setelah mendalami ilmu pengetahuan, terutamanya ilmu fiqih, usuluddin dan tasauf di Patani, lalu beliau pulang ke Serasan, Indonesia dan mulai mengajar.

Saat beliau mengetahui ada seorang ulama yang baru pulang dari Mekah, beliau berhasrat untuk memperdalam ilmu dengan ulama tersebut, yaitu Tuan Guru Haji Abdur Rahman Ambon. Beliau seolah-olah anak angkat kepada ulama tersebut dan akhirnya, dikawinkan dengan anak perempuan gurunya itu. Haji Muhammad Mirun menerima baiah tarekat Qadiriyah, Selawat Dalailul Khairat dan lain-lain amalan daripada Haji Abdur Rahman Ambon itu.

Keturunan
Perkahwinan dengan anak Haji Abdur Rahman Ambon tidak mendapat anak. Lalu berkawin kali kedua dengan Aisyah binti Kasah, dan mendapat beberapa zuriat yaitu: Usman, Zaharah, Kamariah, Syamsuddi, Sirajuddin, Hasanuddin, Baharuddin, Aminuddin, Azizah dan Syamsu Karnain.

Kembali ke rahmatullah
Haji Muhammad Mirun meninggal dunia di Midai, pada hari Selasa. Sebelum wafat, beliau berwasiat supaya ditanam di samping gurunya Haji Abdur Rahman Ambon dan wasiat tersebut dijalankan oleh anak-anaknya sebagaimana yang diminta.


-------Bersambung part III---------


Sumber:
(Koleksi tulisan ALLAHYARHAM WAN MOHD. SAGHIR ABDULLAH)
http://www.utusan.com.my/utusan/info.asp?y=2008&dt=1006&pub=Utusan_Malaysia&sec=Bicara_Agama&pg=ba_01.htm

Thursday, May 9, 2013

Silsilah Ulama Masjid Jamik Sabang Barat Midai

Sejak mula berdirinya Masjid Jamek Sabang Barat pada 1 Syawal 1342 H bersamaan 6 Mei 1924 M, hingga diresmikan nama baru Baitur Rahman, tercatat jumlah yang menjadi imam ialah 10 orang. Mereka ialah:
  1. Al-alim al-'allamah Haji Wan Abdur Rahman bin Wan Abu Bakar al-Bughurani.
  2. Al-alim al-'allamah Haji Abdullah bin Yusuf al-Bughurani.
  3. Al-alim al-allamah Haji Abdur Rahman bin Haji Muhammad Nur al-Ambuni.
  4. Al-Fadhil Haji Mat Tali.
  5. Al-Fadhil Haji Bujang bin Ahmad Sulung.
  6. Al-alim al-Fadhil Haji Muhammad bin Mirun.
  7. Al-alim al-Fadhil Haji Muhammad Jamin bin Abdul Hamid.
  8. Al-Fadhil Haji Musa Muhammad bin Qasim.
  9. Al-Fadhil Haji Abdur Rahman al-Mahmudi.
  10. Al-Fadhil Haji Sabkie bin Haji Musa.
Daripada semua imam tersebut, lima daripadanya mendapat pendidikan langsung di Makkatul Mukarramah. Mereka ialah Haji Wan Abdur Rahman bin Wan Abu Bakar al-Bughurani, Haji Abdullah bin Yusuf al-Bughurani, Haji Abdur Rahman bin Haji Muhammad Nur al-Ambuni, Haji Muhammad Jamin bin Abdul Hamid dan Haji Abdur Rahman al-Mahmudi. Sementara dua orang di antaranya mendapat surat tauliah mengajar di Masjidil Haram, Mekah. Mereka ialah Haji Abdullah bin Yusuf al-Bughurani dan Haji Abdur Rahman bin Haji Muhammad Nur al-Ambuni.

Untuk lebih terperinci, maka disertakan riwayat hidup kesepuluh imam tersebut di bawah ini. Riwayat mengenai mereka ini dibicarakan secara teratur, dari imam yang awal hingga yang terakhir. Berikut dimulai dengan Imam Masjid Jamik Sabang Barat yang pertama, yaitu:

1. Haji Wan Abdur Rahman Bin Abu Bakar
Nama lengkap beliau ialah Haji Wan Abdur Rahman bin Wan Abu Bakar bin Wan Ta'sim. Berasal dari Pulau Bunguran (Natuna), Indonesia. Asal-usulnya adalah dari Johor, yang mana datuk-datuknya adalah seorang pembesar kerajaan Johor. Karena terjadi suatu perselisihan, beliau melarikan diri ke Pulau Bunguran (Natuna), Indonesia. Hal seperti itu adalah perkara biasa bagi keturunan beliau. 

Perkara-perkara seperti ini pernah terjadi kepada moyangnya yang berasal dari kerajaan Patani, di mana ketika terjadi perang antara Patani melawan Siam sekitar tahun 1632 M, lalu moyangnya bernama Faqih Ali berangkat ke Sulawesi dengan tujuan mencari bantuan untuk melawan Siam. 

Dalam pelarian itu, beliau (Faqih Ali) membawa Bendera Patani yang disebut bendera Buluh Perindu. Maka Faqih Ali diangkat oleh Sultan sebagai ketua orang Melayu di sana setelah beberapa lama pulang ke Johor. Beliau dikaruniakan ramai keturunan, dan dari sekelian ramai keturunannya itu adalah Haji Wan Abdur Rahman yang dibicarakan ini.

* Berangkat ke Mekah
Haji Abdur Rahman sejak mudanya telah berangkat ke Mekah. Di Mekah beliau ditampung oleh seorang ulama terkenal dengan karyanya Mathla' al-Badrain, yaitu Sheikh Muhammad bin Ismail al-Fathani atau nama lainnya Sheikh Muhammad Shaghir, juga terkenal dengan nama Sheikh Nik Mat Kecik al-Fathani. Bahkan di bawah pinggir kitab Bahjatul Mardhiah, dicatatnya bahwa beliau belajar kitab itu kepada pengarangnya tahun 1321 H. Beliau adalah tempat pertama Haji Abdur Rahman menuntut ilmu-ilmunya di Mekah. 

Selain itu, Haji Abdur Rahman juga belajar kepada ulama Patani yang terkenal di seluruh dunia Islam, yaitu Sheikh Ahmad bin Muhammad Zain bin Muusthafa al-Fathani. Dengan takdir Allah, Haji Abdur Rahman berbiras dengan ulama tersebut, kerana anaknya, Haji Wan Abdullah berkahwin dengan anak Sheikh Ahmad al-Fathani yang bernama Hajah Wan Zainab. Haji Abdur Rahman juga belajar daripada ulama yang berasal dari Kelantan iaitu Sheikh Wan Ali bin Abdur Rahman Kutan al-Kalantani.

* Kitab-kitab yang diajar
Berdasarkan catatan-catatannya, terdapat beberapa kitab yang diajarnya di Masjid Jamek Sabang Barat. Semuanya adalah kitab Melayu/Jawi. Selain menjadi imam dan mengajar, beliau juga adalah seorang 'tukang nikah' atau kadi. Ini kerana di zaman tersebut masih belum ada tempat yang khusus seperti sekarang.

Khutbah Jumaat pada zaman beliau masih menggunakan bahasa Arab secara keseluruhannya. Khatib memakai tongkat dan bertutup kepala. Pada hari Jumaat, beduk berbunyi pada masa tertentu, yaitu pukul 6 pagi, 9 pagi, 11 pagi, 12 tengah hari dan 3.30 petang. Selain Jumaat pula, beduk akan dipukul semasa 12.30 tengah hari, 3.30 petang, 6 petang, 7 petang dan jam 4.30 pagi, yaitu sebagai petanda masuk waktu solat. Pada hari raya, beduk dibunyi dengan agak panjang. Haji Wan Abdur Rahman Wan Abu Bakar menjadi Imam Masjid Jamik Sabang Barat mulai 1 Syawal 1342 H / 6 Mei 1924 M sehinggalah wafatnya pada 22 Rejab 1344 H/ 18 Februari 1926 M (hari Isnin).

Keturunan
Haji Abdur Rahman hanya dikurniakan seorang anak yaitu Haji Wan Abdullah, seorang penguasa Ahmadi & Co Midai sejak tahun 1936 M sehingga 1958 M. Hasil perkahwinan Haji Wan Abdullah dengan anak dari Sheikh Ahmad al-Fathani, yaitu Hajah Wan Zainab, mereka dikurniakan 12 orang anak, yaitu:
  1. Wan Mohd Zain.
  2. Wan Ali.
  3. Wan Kalthum.
  4. Wan Nur.
  5. Wan Abdur Rahman.
  6. Wan Nafisah.
  7. Wan Abdur Rahim.
  8. Wan Abdul Halim.
  9. Wan Muhammad Shaghir.
  10. Wan Shaghiriah.
  11. Wan Taufiqiah.
  12. Wan Qadariyah.
Demikianlah riwayat ringkas Imam Masjid Jamek Sabang Barat yang pertama.
-------------------------

2. Haji Abdullah Yusuf Al-Bughurani
Ulama ini lebih muda dari Haji Wan Abdur Rahman. Beliau juga berasal dari Pulau Bunguran (Natuna), dan juga belajar di Mekah. Di Mekah, beliau belajar daripada ulama-ulama tempat di mana Haji Abdur Rahman juga belajar. Ini kemungkinan beliau dibawa ke Mekah dari Midai oleh Haji Wan Abdur Rahman sendiri. Berkahwin dengan Hajah Dayang, namun tidak memperoleh zuriyat / keturunan. 

Walaupun beliau seorang ulama besar, namun ketika di Midai beliau juga adalah seorang pedagang. Beliau mendirikan satu syarikat dagang dengan nama Air Putih Syarkah. Air Putih Syarkah ini pernah bergabung dengan Syarikat Ahmadi Midai, Syarikat Kampar-Kuantan dan syarikat-syarikat dagang bumiputera lainnya di seluruh Pulau Tujuh membuka perwakilan di Singapura tahun 1915 M. 

Segala pentadbiran dan pengelolaan diserahkan bulat-bulat kepada Syarikat Ahmadi Midai yang kemudiannya memakai nama Ahmadi & Co Midai cawangan Singapura. Di Mekah, beliau dikurniakan surat tauliah, yang mana membolehkannya mengajar di Masjidil Haram. Surat berharga itu ditulis dengan tinta emas dan merupakan satu jaminan bahawa beliau menguasai ilmu yang banyak dan kuat berhujah. 

Tidak banyak perkara yang dapat diketahui tentang beliau ini, namun beliau juga mengajar di masjid tersebut. Haji Abdullah Yusuf meninggal dunia di Singapura dalam perjalanan ke Mekah. Setelah meninggal, semua hak miliknya di Midai dijual kesemuanya oleh isteri beliau yang kemudiannya pulang ke Mekah. Dikatakan beliau meninggal dunia di Geylang, Singapura pada hari Sabtu, iaitu 30 Rabiulakhir 1345 H (6 November 1926 M) dan dikebumikan di Bukit Wakaf.

Selanjutnya diteruskan dengan imam-imam yang lain, antaranya al-Fadhil Imam Haji Abdur Rahman Ambon, al-Fadhil Imam Haji Bujang, al-Fadhil Imam Haji Mat Tali dan al-Fadhil al-Imam Haji Muhammad Mirun.

-----bersambung pada bagian 2-------

Sumber:
(Koleksi tulisan ALLAHYARHAM WAN MOHD. SAGHIR ABDULLAH)
http://www.utusan.com.my/utusan/info.asp?y=2008&dt=1006&pub=Utusan_Malaysia&sec=Bicara_Agama&pg=ba_01.htm

Wednesday, May 8, 2013

Sejarah Pendirian Masjid Jami' Sabang Barat Midai

Pulau Midai dimulai dengan pemerintahan sebagai "Wakil Sultan Riau-Lingga, Johor dan Pahang dan sekalian daerah taklukannya". Pemimpinnya ialah Raja Haji Ilyas bin Raja Haji Umar. Pemerintahannya dimulai dengan penanaman pohon kelapa, sama dengan daerah Pulau Tujuh lainnya sekitar tahun 1870-1880 M.

Pusat pemerintahannya berada di Suak Midai. Untuk mengatur pemerintahannya, Raja Haji Ilyas terlebih dahulu mendirikan tiga bangunan yang dianggap penting.
Semua bangunan tersebut didirikan sekitar tahun 1882 M, yaitu setelah kelapa mengeluarkan hasil. Ketiga bangunan penting tersebut yaitu:
  1. Masjid yang dinamakan Masjid Raja.
  2. Pejabat pemerintahannya terletak di laut.
  3. Rumah kediamannya terletak berdekatan dengan masjid.
Masjid Tertua di Midai
Tindakan Raja Haji Ilyas yang mendahulukan dan mengutamakan bangunan masjid dari lainnya adalah mengikuti jejak langkah Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wassalam saat berpindah dari Mekah ke Madinah yang mengutamakan membangun Masjid Quba. Juga telah menjadi adat raja-raja Melayu bahwa dimana Raja membuat tempat kediaman, hendaklah terlebih dahulu membangunkan rumah ibadat atau masjid.

Sultan Syarif Abdur Rahman, Sultan Pontianak, yang pertama misalnya, turut mendahulukan masjid daripada yang lainnya. Masjid yang didirikan Raja Haji Ilyas tersebut sampai sekarang masih ada dan sekarang dinamakan Masjid az-Zuriyat.


Oleh kerana pusat pemerintahan tidak di Suak Midai lagi dan dipindahkan ke Tanjung Enong Tanjung Keramat dan pelabuhan kapal di Sebelat, maka berdiri sebuah masjid lagi di Suak Besar atau di lokasi Wakaf Umum Suak Besar sekarang.


Di zaman pemerintahan Raja Haji Ilyas, penduduk mayoritasnya ialah orang-orang Pesuku (orang laut). Pada masa itu, sebagian besar yang mengisi Masjid Raja hanyalah kaum Diraja saja. Adapun setelah ramai para pendatang, masjid di Suak Besar mulai dikunjungi orang.


Pada masa itu apabila hari Jum'at terpaksa Raja-raja memerintahkan orang-orang hitam Habsyi (hamba abdi Raja yang dibeli) supaya menangkap mereka yang tidak mengerjakan Jum'at. Kemudian dibawa ke Suak Besar supaya melakukan solat Jum'at.

 
Orang-orang yang ingkar terpaksa melalui jalan pantai apabila mereka melalui masjid di Suak Besar itu. Tetapi orang-orang Habsyi tetap mengejar mereka dan memaksa dengan kekerasan supaya ke masjid. Ibarat secara paksa demikian berjalan seberapa lamanya, sehingga masjid di Suak Besar itu diimami oleh Haji Wan Abdur Rahman bin Wan Abu Bakar.


Riwayatnya bermula ketika Haji Wan Abdur Rahman datang dari Mekah sekitar tahun 1336 H (1918 M), maka masyarakat melantiknya menjadi Imam Suak Besar sekaligus sebagai ‘Ulama Bertauliah’ di Midai. Beliau tidak menyetujui ibadat dengan cara paksa seperti tersebut.


Pemerintah Midai ketika itu yang sebagai muridnya menyetujui bahwa ibadat Jumat secara tangkap paksa tersebut dihentikan. Oleh kerana sebagian besar penduduk ketika itu memang masih jauh ketinggalan tentang hukum-hukum Islam, hal ini mengakibatkan dari hari ke hari jemaah ke masjid semakin berkurang.

 
Mendirikan Masjid Baru
Setelah ditinjau, Haji Abdur Rahman mendapati bahwa perkara itu bukanlah disebabkan orang-orang yang tidak melakukan solat Jumaat, tetapi kerana penduduk di Suak Besar memang tidak ramai.

Orang mulai ramai di Sabang Barat. Beliau mulai mengambil inisiatif untuk memindahkan Masjid Suak Besar itu di tempat penduduk yang mulai pesat dan bakal berkembang.
Maka pada satu hari setelah solat Jum'at diadakan pertemuan kilat di Masjid Suak Besar itu, yang terdiri para tokoh, iaitu:
  1. Haji Wan Abdur Rahman bin Wan Abu Bakar, imam dan guru bertauliah
  2. Penghulu Ismail, Ketua Pemerintah Midai pada ketika itu.
  3. Raja Ali bin Raja Mohammad Nong, Ketua Syarkah Ahmadi & Co Midai, juga seorang tokoh terkemuka Riau, terutama Pulau Tujuh dan Singapura.
  4. Haji Abdullah Yusuf, Ketua Air Putih Syarkah, dan ulama besar yang mempunyai surat boleh mengajar di Masjidil Haram, Mekah.
  5. Dukun Mahmud, tokoh masyarakat Kuantan.
  6. Teguh, tokoh masyarakat Kuantan.
  7. Pehin Datu, tokoh masyarakat Kuantan.
  8. Sihak, seorang pedagang/ orang kaya.
  9. Intan Judin, ketua Syarikat Dagang Kampar.
Awalnya, Haji Wan Abdur Rahman bin Wan Abu Bakar memberikan dasar mendirikan masjid menurut Mazhab Syafi'ie, di antaranya ialah, “Tidak sah negeri yang berkota mendirikan Jum'at di luar kota, tidak sah negeri yang tidak berkota mendirikan Jum'at di kesudahan tempat yang didiami manusia.

Maka apabila dikaji, didapati bahwa kota dan pelabuhan Midai ketika itu ialah Sabang Barat. Selain itu, didapati juga Masjid Suak Besar ketika itu terletak jauh di luar kota dan di tempat yang hampir-hampir tidak didiami orang. Hasil perbincangan itu, memutuskan perkara-perkara berikut iaitu:
  1. Memindahkan solat Jumaat dan Masjid Suak Besar ke Sabang Barat.
  2. Membangunkan masjid baru untuk solat Jum'at dan lain-lain lagi di Sabang Barat.
  3. Imam masih tetap pada ketika itu iaitu Haji Wan Abdur Rahman bin Wan Abu Bakar.
  4. Ketua bagi mengelola pembangunan diamanahkan kepada Raja Ali bin Raja Muhammad Tengku Nong, sekaligus mewakili bumiputera dan nama Syarikat Ahmadi & Co Midai.
  5. Ketua pengurus Kampar-Kuantan diberi kepercayaan kepada Tauke Sihak dan Dukun Mahmud.
Maka Raja Ali mulai menjalankan tugasnya dengan menyuruh orang menebang pohon-pohon kelapa. Dilaksanakan kerja-kerja yang secara gotong-royong itu dimulai pada 7 Syawal 1341 H (23 Mei 1923 M), dengan mengangkut batu dari laut dan dibawa ke lokasi yang dibangunkan. Arkiteknya didatangkan khusus dari Terengganu, seperti mana permintaan Raja Ali sendiri.

Lebih kurang setahun kemudian, maka tibalah dua perahu besar dari Terengganu di bawah pimpinan Wan Abdullah Terengganu atau popular dengan gelaran Cik Wan Lah, masuk di Pelabuhan Sabang Barat. Tidak dinafikan lagi bahwa kedua perahu itu membawa bahan-bahan untuk membangunkan masjid yang sudah dipahat dan diketam di Terengganu, hanya tinggal untuk memasangnya saja. Hampir semua bahan untuk dibangunkan masjid tersebut didatangkan khusus dari Terengganu, sementara semennya diimport lebih awal dari Singapura.


Hanya beberapa bulan sahaja, kerja mendirikan masjid itu siap sepenuhnya. Ia berdiri dengan megah di pinggir Kota Sabang Barat. Kota yang diapit oleh dua bangunan yang hampir sama bentuknya, iaitu bangunan Ahmadi & Co Midai dan masjid yang megah itu.
Masjid tersebut diberi nama Masjid Jami’ Sabang Barat, yang diresmikan menjelang solat Aidilfitri pada hari Selasa, 1 Syawal 1342 H / 6 Mei 1924. Haji Wan Abdur Rahman bin Wan Abu Bakar adalah sebagai imam yang pertama sejak masjid itu diresmikan sehingga beliau meninggal dunia pada hari senin, 22 Rajab 1344 H bertepatan dengan 18 Februari 1926 M. 

Pada sekitar tahun 1986, sewaktu masjid ini diperbaiki namanya ditukar kepada Masjid Baitur Rahman, mengambil sempena nama pendirinya Haji Wan Abdur Rahman bin Wan Abu Bakar dan nama dua orang imam yang lain sesudah beliau yang juga bernama Abdur Rahman.
 

Bahan Bangunan Masjid
Hampir keseluruhan bahan bangunan masjid dibawa dari Terengganu. Antaranya adalah bagian atap dibuat dari kayu belian, dinding dari kayu cengal, lantai dibuat dari semen yang didatangkan dari Singapura. Uniknya bangunan ini tidak menggunakan sembarang paku besi, tetapi dengan memasak kayu.

 

Di bangunan loteng pada bagian atas sekali terdapat reka bentuk seperti nisan. Hal yang sama juga pada muka di atas beranda / teras yang terdapat satu nisan. Nisan-nisan tersebut dibuat sedemikian rupa kerana mengandungi maksud yang tersendiri, yaitu:
  1. Nisan yang terletak pada muka sekali bermaksud sebagai lambang syarikat Ahmadi & Co Midai dan bumiputera yang tetap menjadi pemimpin untuk masjid dan sembarang kegiatan di Pulau Midai.
  2. Ahmadi & Co Midai dan bumiputera menjunjung tinggi dan menghormati kaum pendatang, yang pada ketika itu yang ramai datang adalah dari Kampar dan Kuantan (Provinsi Riau saat ini). Oleh itu, dua dari batu nisan tersebut bererti adalah lambang Kampar dan Kuantan.
  3. Selain dua nisan tersebut, terdapat satu lagi batu nisan yang terletak di atas mimbar. Ia diberi penafsiran bahwa sama ada bumiputera, Kampar atau Kuantan, mahupun siapa saja pasti akan mati. Ia dinisbahkan bahwa lumrah nisan pasti ada pada setiap kubur kaum Muslimin.
Nisan di atas mimbar adalah satu penegasan bahwa setiap khatib tidak sekali-kali membicarakan persoalan duniawi yang tidak ada sangkut paut dengan akhirat. Khatib diwajibkan memberi ceramah persoalan takwa dan wasiat. Bahwa sangat banyak hadist yang melarang berbicara dunia di dalam masjid.

Ciri-ciri Masjid
Masjid Jami’ Sabang Barat mempunyai pagar-pagar yang terukir di kiri dan kanan beranda muka. Dari depan terdapat tiga pintu, satu menyorong jauh ke depan, di depannya terdapat anak tangga, yang di kiri dan kanannya ada beranda persis masjid Pulau Penyengat, Riau yang bersejarah itu. Dan di kiri kanan masjid masing-masing terdapat satu pintu naik ke atas. Di bagian atas loteng terdapat tempat untuk orang Azan, seolah-olah loteng bangunan Ahmadi & Co Midai yang ada pada satu masa dulu. Sebagaimana masjid-masjid lainnya, pada bagian arah ke kiblat terdapat mihrab yang diukir.

Mimbar 
Mimbar ialah tempat khatib berkhutbah. Khusus dipergunakan untuk khutbah setiap hari Jum'at, dan dua hari raya. Mimbar masjid ini juga penuh dengan ukiran bunga dan pohon yang menjalar dan merayap. Bunga melambangkan sesuatu yang harum. Agama Islam adalah termasuk perlambangan bunga yang harum itu. Islam itu merayap dan menjalar menuju sasaran penyebarannya.

Mimbar ini juga didatangkan dari Terengganu. Mengikut mimbar Nabi Muhammad
Shalallahu 'Alaihi Wassalam dan empat sahabat baginda Sayidina Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali r.a. Sebagaimana yang diterangkan dalam fiqh-fiqh Mazhab Syafi'ie sebagai berikut “Adalah mimbar Nabi Shalallahu 'Alaihi Wassalam tiga tangga, selain dari Mustarah.”

“Nabi Muhammad
Shalallahu 'Alaihi Wassalam berkhutbah ditangga yang ketiga. Saidina Abu Bakar berkhutbah ditangga yang kedua. Saiyidina Umar berkhutbah di tangga yang paling bawah. Saidina Usman berkhutbah naik semula ditangga yang ketiga seperti Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wassalam.” Tersebut di dalam kitab Bughyathut Thullab “Disebutkan pula bahwa di zaman pemerintahan Mu‘awiyah tangga mimbar dibuat sampai sembilan.”
 

Terdapat banyak lagi ciri bangunan unik yang terdapat di dalam dan di luar Masjid Jami’ Sabang Barat ini, yang mana semuanya melambangkan maksud-maksud yang tersendiri yang tidak dapat diceritakan pada ruangan yang terbatas ini.

Penutup 
Demikianlah riwayat ringkas tentang pembangunan masjid di Midai, yang pada waktu yang sama juga dibangunkan sebuah rumah wakaf untuk imam masjid di sebelah utara masjid.

--------------------------

Ni kalo awak-awak semue penasaran betuk masjidnye, sekarang tengah direnovasi, tapi tak ape lah ye, saye upload je. :D

Masjid Jamik Baiturrahman Midai. (sedang direnovasi)

Sumber :
(Koleksi tulisan Allahyarham WAN MOHD. SHAGHIR ABDULLAH) 
https://ibadurrahman99.wordpress.com/2012/07/04/wan-abdur-rahman-pendiri-masjid-jami-sabang-barat/

Tuesday, May 7, 2013

Orang MIDAI Wajib Tahu! Bung Hatta, Midai, dan Koperasi

Bangunan Koperasi Ahmadi & CO masih berdiri tegak. Aktivitas keseharian pun masih berjalan. Tapi sudah tak seperti dulu lagi, ketika kebesaran perusahaan ini bahkan sampai memiliki cabang di Singapura, dari Kecamatan Midai Kabupaten Natuna Provinsi Kepri.

Bung Hatta, via www.berdikarionline.com
Ada sisa kejayaan yang masih tertinggal sebuah prasasti bertanda tangan Muhammad Hatta, Wakil Presiden pertama RI. Sekitar tahun 1949, Bung Hatta datang ke Pulau Midai, satu dari sekian ratus pulau-pulau kecil di gugus perairan Natuna.

Selain melihat kehidupan di pulau perbatasan RI tersebut, Bapak Koperasi Indonesia juga dibuat takjub dengan keberadaan serikat dagang orang Melayu yang dikenal dengan nama Ahmadi & CO tersebut. Diperkirakan, Ahmadi & CO adalah sebuah koperasi yang tumbuh pada deret paling awal di republik yang sempat bercita-cita membangun ekonomi kerakyatan melalui koperasi ini.

Kala itu Bung Hatta menggunakan kapal yang merupakan satu-satu transportasi untuk menuju ke Pulau Midai. Begitu sampai di pelabuhan Midai, sekitar 500 meter dari dermaga terlihat elok dan rapih bangunan megah kala itu pada zamannya. Bung Hatta langsung masuk ke dalam kantor dan memeriksa buku-buku laporan keuangan perusahaan Ahmadi & Co yang membayar pajak ke Padang Sumatra barat.

Haji Wan Abdulrahim bin Haji Wan Abdullah merupakan saksi sejarah berdirinya sebuah peradaban usaha niaga yang menembus pasar Internasional ini. Para petani menjual hasil bumi Natuna berupa kopra dan cengkeh hingga ke penjuru Malaysia, Singapura serta deretan Negara Asia Tenggara mengunakan kapal niaga yang berlayar menembus laut Cina Selatan. Dari situ, Bung Hatta dibuat terkagum-kagum.
“Ini sebuah lembaga ekonomi pertama di Nusantara yang manajemennya sangat rapi”, -Bung Hatta.
Sejarah kejayaan Ahmadi & Co ini diceritakan oleh bapak Tiga Zaman, Haji Wan Abdulrahim (73) yang kini menetap di Ranai Natuna beserta istri tercinta Hj Wan Nursima (65). Keseharian mereka kini menjual kue serta Roti bakar di perempatan Simpang Batu Hitam. 

Kala itu ungkap Wan Adullrahim, tahun 1957-1967, usai mengenyam pendidikan SMEA di Tanjung Pinang Angkatan Pertama Sekolah Kejuruan semasanya. Tergerak hati ingin membangun kampung halaman. Wan Abdullah kembali meneruskan usaha dimana Ayah kandungnya, Wan Abdullah (alm) bekerja sebagai bendahara keuangan bersama Raja Haji Ali mengembangkan Ahmadi & Co.

Sejarah Ekonomi Natuna menggelora Bermula dari Ahmadi & Co.
Diantara syarikat/perusahaan niaga itu yang masih ada sampai sekarang hanyalah Ahmadi & Co. yang ada di Midai. Ahmadi & Co. di ini Midai sudah sangat terkenal dalam waktu yang panjang. Selain besar, rapi, dan indah, ia juga mempunyai cabang di Singapura, yang banyak menerbitkan jenis bahan cetakan buku pelajaran syariat agama serta beragam jenis lainnya. Perlu juga diketahui disini bahwa diantara sekian ramai yang memasukkan modal/saham dalam Ahmadi & Co. Midai ataupun cabang di Singapura, terdapat juga pelabur yang berasal dari Patani (Thailand) dan Kelantan (Malaysia).

Berdirinya Ahmadi & Co. Midai di Singapura adalah atas kebijakan ketuanya Raja Ali bin Raja Muhammad Tengku Nong. Perusahaan yang berawal dari agen kelapa kering (kopra), hasil laut, dan usaha tenunan kain Terengganu ini, perlahan-lahan menjadi besar. Bisnis lain yang dikenal adalah sebagai mathba’ah/ press dan penerbit buku panduan pendidikan.

Secara tidak langsung, Ahmadi & Co mewakili keintelektualan masyarakat Pulau Tujuh atau sekarang disebut Natuna, di gelanggang dunia niaga serantau. Selain itu seorang ulama besar Sarawak yang terkenal di Mekah, iaitu Sheikh Utsman bin Abdul Wahhab Sarawak pernah memiliki sebidang kebun di Pulau Midai yang diurus oleh Ahmadi & Co. Midai. Jika kita menoleh kebelakang, pelayaran pada zaman silam yang menggunakan tongkong atau wangkang dari negeri China, perahu ukuran besar yang berasal dari Terengganu, negeri Bugis dan penduduk Natuna sendiri yang melalui Laut China Selatan, sudah pasti akan melalui ataupun singgah di Natuna.

Pada zaman penggunaan tongkong/wangkang atau perahu, peranan kepulauan di Laut China Selatan itu adalah sangat penting terutama untuk mendapatkan bekalan air. Lama kelamaan wujudlah perdagangan antara berbagai daerah. Bahkan ramai orang-orang Terengganu datang ke daerah tersebut untuk berniaga mengedar berbagai jenis kain. Kegiatan ini berjalan hingga tahun 1950an.

Syarikah Ahmadi & Co. Midai termasuk perintis awal yang memiliki sebuah kapal di daerah Natuna yang dinamakan Kapal Karang kini diyakini Wan Abdullah benda sejarah berupa Teropong antik yang tersimpan rapih di kediaman nya. Sepanjang sejarah pelayaran, penggunaan kapal untuk daerah Natuna mengalami dua kali terkendala, yang pertama ialah menjelang perang dunia yang kedua dan beberapa tahun sesudahnya. Keduanya pula ialah ketika terjadi Konfrontasi Indonesia-Malaysia (1963) berjalan terus hingga beberapa tahun sesudahnya.

Pada masa perang dunia yang kedua, barang makanan banyak dibawa dengan perahu dari Kuala Terengganu dan Kuching, Sarawak. Perhubungan dengan Singapura yang menggunakan kapal boleh dikatakan terputus.

Saya sangat bersukur ketika di posisi komplik komprontasi saya berupaya membeli Kopra dari masarakat. Betapa tidak waktu itu semua kebutuhan sembako terputus yang biasanya di suplay dari Negara singapura serta Malaysia sehingga masyarakat sulit mendapatkan kebutuhan, ujar Wan. Berselang 6 bulan masa transisi, bersyukur bantuan ransum dari pemerintahan RI yang disuplai mengunakan kapal perang bersandar hingga ke pelabuhan Midai.

Ketika konfrontasi terdapat pertukaran makanan secara illegal dengan Singapura dan pelabuhan kecil Sematan di Sarawak, yang diangkut dengan perahu-perahu kecil ukuran mulai 4 ton dan yang paling besar hanya 40 ton. Dalam masa konfrontasi pula mulai banyak hubungan perniagaan dengan Kalimantan Barat melalui pelabuhan Singkawang dan Pemangkat dalam Kabupaten Sambas kembali terjalin. Walaupun selama ini betapa pedih derita, namun akhir-akhir ini Natuna dipandang sangat berpotensi kerana terdapatnya minyak dan gas. Paling penting pula hasil emas hijau, bunga cengkih, yang mengundang kedatangan pengusaha besar dari Jawa ke Natuna. Datang pula kapal-kapal dari Taiwan, Hong Kong, dan Thailand memburu ikan di laut Natuna, ada yang secara sah (legal) tetapi lebih banyak yang bercorak illegal. Ada perniagaan ikan hidup, ada ikan mati yang diawetkan. Ada yang langsung ditangkap di laut, ada pula tempat-tempat pemeliharaan. Pendek kata dirumuskan bahawa semuanya serba lengkap dan moden.

Sejarah Singkat
Tengku Ali lahir di Pulau Penyengat (Riau) tahun 1874 M. Wafat di Pulau Midai, Kepulauan Riau, 9 Rejab 1374 H/ 3 Maret 1955 M. Perniagaan Kerabat Diraja Riau-Lingga dicetuskan oleh Raja Haji Ahmad bin Raja Haji Umar, dimulai di Pulau Midai tahun 1324 H/ 1906 M. Tahun 1330 H/1912 M Raja Ali/Tengku Selat menerima penyerahan pimpinan Syarikat Ahmadi & Co. Midai daripada Raja Haji Ahmad, kerana Raja Haji Ahmad akan berangkat pindah ke Mekah.

Tanggal 28 Rejab 1332 H/1913 M surat nomor 91 dan nomor 92 Raja Ali mengirim surat kepada Raja Haji Ahmad di Mekah, bahwa beliau akan mengembangkan perniagaan Syarikat Ahmadi & Co. Midai di Singapura. Dengan Akta, Midai 1 Syaaban 1333 H/14 Jun 1915 M ditetapkanlah untuk membuka cawangan Ahmadiah Pulau Tujuh di Singapura yang berpejabat di Palembang Road 18 B. Aktivitas perniagaannya merupakan agensi pengumpulan hasil bumi dan laut, selanjutnya aktif dalam eksport dan import berbagai jenis barangan. Kemudian pindah ke Minto Road 50. Pada hari Jumaat, 22 Rabiulawal 1339 H/3 Disember 1920 M mufakat pula mendirikan percetakan. Perusahaan di Minto Road 50 itu berkembang terus dan pada tahun 1926 M Ahmadiah membeli sebuah rumah nombor 82 Jalan Sultan Singapura, kemudian nomornya diganti menjadi nomor 101 Jalan Sultan.


Sumber : Riky Rinovsky / kompasiana / 09 January 2011

Museum Sri Srindit : Museum Pertama di Natuna

Assalamu'alaikum,
Sudah lama tidak ngeblog. Maklum, sedang sibuk-sibuknya dengan tugas-tugas kuliah yang seabrek ini. Sekarang alhamdulillah ada waktu luang, jadi bisa posting sedikit. Kali ini temanya adalah sejarah di Natuna, ternyata, di tempat saya sudah ada MUSEUM...!! 💗 

Kemarin saat saya mudik libur ramadhan, saya mendengar bahwa di tempat saya ada kolektor barang-barang langka, barang-barang tersebut ia dapatkan dari hasil ngandek (tradisi mencari barang antik di Natuna), juga dari hasil penyelaman di laut di sekitaran pulau, serta dari jual beli dan pertukaran. Kemudian barang-barang antik ini ia kumpul untuk dipamerkan dalam museumnya.



Museum ini terletak di Jl Tok Ilok, Darat Ranai. Rutenya jika kita mulai dari pusat kota, berjalan menuju jalan Hassanuddin di Ranai Darat, atau jalan ke arah gunung. Nanti akan ada masjid Ibnu Salim, pilih jalan sebelah kanan. Jalan terus sekitar 1 km sebelum tanjakan kecil ada jalan kecil di sebelah kanan jalan, masuk ke jalan situ, museumnya berada di sisi kanan jalan.
Museum ini berada dibawah naungan organisasi LEKAS (Lembaga Kajian Sejarah) Natuna. Museum ini berisi benda-benda peninggalan zaman dulu, mulai dari keramik-keramik peninggalan dinasti-dinasti dari Cina, benda-benda sisa dari perang dunia ke 2, hingga ukiran-ukiran kuno khas Natuna. Kebanyakan barang-barang ini ditemukan di daerah Sekalong dan daerah lain di sekitarnye, kegiatan mencari barang langka ini biasa disebut orang dengan name NGANDEK alias nyari barang antik. Benda-benda lain juga banyak ditemukan di laut, yang sebagian sudah tertutup karang, juga banyak didapati dan dibeli oleh para kolektor benda-benda kuno.


Meriam Kecil


Keramik-keramik, diperkirakan dari kapal pedagang Cina yang karam, ditemukan pada bulan Juni 2008 di dasar laut sekitar pantai kecamatan Bung. Timur pada kedalaman 15 meter.










Peta Indonesia Kuno

Ini ilustrasi Gajah Mine, merupakan Gajah Laut raksasa menurut legenda Natuna
Ukiran asli Natuna

Benda-benda sisa perang dunia ke 2

Museum ini bagus, menurut cerita koleksi-koleksi yang terdapat di museum kecil ini lebih lengkap dari museum serupa yang ada di Singapore. Saat ini letak museum ini berada di rumah pribadi sang kolektor. Alangkah baiknya jika Pemerintah Daerah menyediakan satu tempat khusus untuk dibuatkan museum guna menampung barang-barang langka nan bersejarah ini. Betul tak?