Saturday, September 17, 2016

"Nyecah Punan" di Kalimantan Tengah

Kali ini dapat tugas kerja di Tanjung, kabupaten Tabalong Kalimantan Selatan. Secara geografis, letak kabupaten ini berada di bagian paling utara dari Provinsi Kalimantan Selatan ini. Sebelah timur berbatasan dengan provinsi Kalimantan Timur, dan sebelah barat berbatasan dengan provinsi Kalimantan Tengah. Setelah melihat peta dan bertanya kepada orang sekitar. Ternyata hanya membutuhkan waktu 1 jam saja untuk menuju Provinsi Kalimantan Tengah. Nah, dengan tidak berfikir panjang, langsung saja kami atur waktu menuju kesana. Menunggu waktu stanby kerja, akhirnya saya dan rekan-rekan sepakat untuk melakukan perjalanan lintas provinsi ini. 😁

Dengan bekal 2 buah motor dan 2 buah helm pinjaman, kami menuju provinsi Kalimantan Tengah dengan modal nekat dan dengan sedikit bantuan mbah gugel. Lama juga perjalanan, melewati tepian sungai, jembatan, serta melintasi jalan tol khusus yang dibuat oleh perusahaan tambang besar, dan khusus untuk mobil-mobil trucknya saja yang melewati jalan tersebut menuju tempat loading batubara. 

Perjalanan masih berlanjut hingga akhirnya kami bertemu tugu perbatasan yang bertuliskan "Kabupaten Barito Timur Kalimantan Tengah". Namun, kami tak langsung berhenti, karena belum menemukan hal greget disana. Kami memilih melanjutkan perjalanan hingga menemukan tanda bahwa kami benar-benar telah berada di provinsi Kalimantan Tengah.  
Tugu Burung Enggang Gading, di perbatasan Provinsi KalTeng dan KalSel
Sampai pada akhirnya kami menemukan tugu perbatasan di tengah-tengah jalan raya serta gapura kecil dan papan yang bertuliskan daerah Kalimantan Tengah. Oyeeay! Akhirnya sampai juga. Tepatnya di Kabupaten Barito Timur. Meskipun hanya pinggiran alias perbatasan, namun "jedilah, nyecah punan". Istilah "nyecah punan" dalam bahaya melayu Natuna berarti sesuatu yang sudah dikerjakan atau didapatkan walaupun hanya sedikit. Bahasa gaulnya bisa dibilang "daripada kagak, ya kan", begitu lah kira-kira ya.  

Berada di Kalimantan Tengah berarti sudah beda zona waktu lo ya. Di Pulau Kalimantan, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah mengikuti zona Waktu Indonesia Barat, sedangkan Kalimantan Selatan, Timur dan Utara mengikuti zona waktu Indonesia Tengah. Artinya kami tak hanya melintasi provinsi, namun juga melintasi zona dan waktu. 😎
Museum Lewu Hante
Tak jauh dari perbatasan, di sebelah kiri dari tugu ini terdapat museum. Seperti museum adat atau museum daerah Barito Timur. Namanya Museum Lawe Hante Pasar Panas. Kami pun singgah sebentar ke museum tersebut. Karena hanya ini hal menarik yang kami dapati. Komplek museum ini terdiri dari bangunan utama museum yang berbentuk rumah adat dayak dan taman yang tertata rapi di depannya. Museum ini jika dilihat dari luar berisi seluk beluk tentang suku dayak. Selain terdapat rumah adat, juga ada budaya pemakaman, serta panggung hiburan, dan pusat souvenir dan oleh-oleh. 

Saat kami tiba disana, sepertinya Museum ini sedang dilakukan perawatan sehingga kami tidak bisa masuk ke dalam museumnya. Kami hanya menikmati dari luar saja apa yang bisa dinikmati. Alhasil, hanya jepret-jepret di luar, dan hasilnya not bad lah. Di tambah dengan cuaca yang sanga mendukung sekali dengan biru nya langit Borneo ini. Tak butuh waktu lama kami berada disini karena hasrat telah terpenuhi (menginjakkan kaki ke Kalimantan Tengah), pun kami tidak berniat untuk melanjutkan perjalanan karena terbatasnya waktu yang kami miliki. Lalu kami memutuskan untuk kembali pulang ke Tanjung.
Tugu Perbatasan yang lain.
Saat perjalanan pulang, kami kembali singgah di tugu perbatasan yang pertama kali kami lihat tadi. Tugu yang unik dengan gambar tameng dan ukiran khas suku dayak yang selalu eksotis nan elegan dimata saya. Tak lupa kami jepret-jepret lagi sebagai pembuktian. Hahaha. Lalu kembali pulang ke Provinsi Kalimantan Selatan.
Jejak

Secara pribadi ini merupakan pencapaian baru saya, "meninggalkan jejak" di semua Provinsi di Kalimantan. Dengan begitu, tinggal provinsi Kalimantan Utara lagi yang belum saya singgahi. Next time maybe. Yah meskipun di KalTeng hanya beberapa menit saja, pun juga di perbatasannya, namun biarlah daripada kagak ya kan ya, nyecah punan lok.

Tuesday, September 13, 2016

Tanjung Tabalong, si Kental Hitam dan Batu "Rupiah"

Akhir agustus lalu, saya kembali dapat perintah kerja dari kantor. Kali ini lokasinya berada di Kabupaten Tabalong Kalimantan Selatan, tepatnya di Tanjung yang merupakan ibukota kabupaten. Karena sudah mendapat isu-isu pekerjaan disini sebelumnya, jadi saya sempat browsing dan tanya ke beberapa teman tentang daerah ini. Segala dikepoin, mulai dari daerahnya, tempat wisatanya, living cost, sampai keadaan kota. Hahaha, biar ada gambaran kan ya. 
Pelabuhan Kariangau
Perjalanan dimulai dari kota Balikpapan, jarak dari Balikpapan ke Tanjung sekitar 300an km dan ditempuh dalam waktu kurang lebih 8 jam. Kami naik jasa travel dengan biaya berkisar 300 rb rupiah. Perjalanan ke Tanjung Tabalong diawali dengan menyeberang "membelah" Teluk Balikpapan menuju Kabupaten Penajam. Kami menyeberang dengan menggunakan kapal feri dari Pelabuhan Penyeberangan Kariangau di Balikpapan. Ini kali pertama saya naik moda penyeberangan yang kaya di tipi-tipi gitu : penyeberangan Banten - Lampung, atau Jawa - Bali. Kali ini penyeberangannya Balikpapan - Penajam aja. Rada-rada excited gitu deh jadinya. Hahaha, ndeso
Pemandangan dari Sungai yang memisahkan Balikpapan - Penajam
Penyeberangan memakan waktu kurang lebih 60 menit. Setelah sampai di Penajam, mamang travel langsung tancap gas menuju Tanjung, katanya kalo tidak ada hambatan, dari Penajam ke Tanjung bisa ditempuh dalam waktu 6 jam saja. Saya tidak begitu menikmati perjalanan ini karena hari sudah gelap, dan matapun mengantuk, tambah lagi hujan yang membasahi bumi Borneo, cuaca pas untuk "meraih mimpi". Yang saya tangkap ketika sesekali terjaga dalam perjalanan adalah kiri kanan hutan borneo yang masih lebat dan asri (semoga terus menjadi paru-paru dunia ya). 

Ohya, dalam perjalanan ini si travel berhenti dua kali, yang pertama berhenti makan malam, dan berhenti berikutnya adalah berhenti untuk ngopi, karena travel masih akan terus berlanjut perjalanannya ketika sampai di Tanjung nanti. Jarak dari tempat berhenti untuk ngopi ke Tanjung sudah sangat dekat, dan alhamdulillah kami sampai dengan selamat. 😇
 

Tanjung Tabalong,
Yap, ini kali pertama saya menginjakkan kaki di Provinsi Kalimantan Selatan. Provinsi dengan mayoritas didiami oleh suku asli Banjar yang terkenal dengan Martapura : pusat intan berlian terkenal Nusantara dan pasar terapungnya. Provinsi yang dialiri oleh Sungai Barito. Provinsi, provinsi apa lagi ya, itu lah yaa pokoknya. 

Peta Kabupaten Tabalong
Tanjung sendiri merupakan ibukota dari Kabupaten Tabalong, sebuah kabupaten yang berada di bagian utara Provinsi KalSel, sebelah barat dan utaranya berbatasan langsung dengan Provinsi Kalimantan Tengah, dan sebelah Timurnya berbatasan dengan Provinsi KalTim. Kabupaten yang resmi berdiri pada tanggal 1 Desember 1965 ini memiliki sejarah yang panjang ternyata, hmm mungkin akan saya jabarkan nanti ya. 
Logo Kabupaten Tabalong
Penduduk Tanjung mayoritas beragama muslim, oleh karena itu, disini tidak susah bagi kita untuk menemukan masjid/mushola/langgar dalam jarak 5 km perjalanan kita bisa mendapati 2-3 tempat ibadah tersebut di sini. Pemerintah juga membangun masjid megah di Islamic Center Tabalong. Kabupaten ini dihuni oleh suku asli Banjar, dengan bahasanya yang agak mirip dengan bahasa melayu saya. Selain itu, juga terdapat suku dayak, dan beberapa lain yang merupakan pendatang. Tabalong juga memiliki bandara, yang terletak di Warukin, bandara kecil untuk penerbangan pesawat ATR sepertinya, namun sekarang pengoperasiannya dihentikan, dan kabarnya akan diaktifkan kembali setelah menunggu beberapa kajian dari pihak terkait. 
Pompa Angguk pada sumur-sumur migas tua di Tanjung - Tabalong
Dan, last but not least. Sumber daya alam : nah! seperti daerah-daerah lain di Kalimantan, Kabupaten Tabalong dianugerahi dengan limpahan cairan yang membuat dunia bisa perang, hahaha. Apalagi kalau bukan minyak dan gas, komoditi ini kerap menjadi sebab beberapa peristiwa besar di dunia. Ya, banyak sumur migas tua di kabupaten ini yang dikelola langsung oleh Perusahaan Migas milik Negara, dan disini lah lokasi tempat saya mengerjakan proyek dari kantor. Sumur migas di Tanjung Tabalong ini sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda dahulu, ada ratusan sumur disini. Hasilnya juga dialirkan melalui pipa panjang sampai ke Refinery Unit 5 di Balikpapan sana untuk diolah menjadi bahan bakar minyak.
Tugu Obor, ikon Kota Tanjung
Dan gas nya ada yang dialirkan dan ada juga yang kembali digunakan sendiri oleh perusahaan, untuk pembangkit listrik dan untuk menghidupkan api Tugu Obor di tengah-tengah kota yang menjadi ikon Kota Tanjung. Selain itu Tabalong juga memiliki situs Batubara yang besar, dan banyak perusahaan-perusahaan besar dibidang batubara yang "main" disini. Meskipun saat ini industri batubara sedang "oleng", migas juga sih. Tapi kegiatannya tidak berhenti. Masih saja ada bus-bus yang tiap pagi dan sore mengangkut karyawan untuk diantarkan ke site kerja. Itu hasil mineral tambang migas. Tak hanya itu ternyata, Tanjung Tabalong memiliki SDA yang lain, hasil perkebunannya. Ada karet, sawit, cocoa. Ah, luar biasa pokoknya. Ini bisa menjadikan Kalimantan Selatan termasuk Provinsi kaya di Indonesia. 

Sekilas tentang Tanjung Tabalong, see you next time.

Melipir ke Ladaya Tenggarong, Perpaduan Wisata Keluarga dan Seni Budaya nan Edukatif


Mengeksplorasi Tenggarong emang gak ada habisnya, setelah kemarin ke Museum Kayu, Museum Mulawarman, sekarang ini giliran Ladaya yang kami kunjungi. Ladaya adalah singkatan dari Ladang Budaya, merupakan destinasi wisata alam berpadu dengan budaya. Wisata Ladaya terletak di Jl. H. Bachrin Seman Mangkurawang, Tenggarong, Kutai Kartanegara (google map). Dari pusat kota, kita memerlukan waktu sekitar 15-20 kecepatan rata-rata kendaraan bermotor. Biaya masuknya tergolong murah yakni 10K untuk dewasa dan 5K untuk anak-anak. Tempat ini berdiri diatas lahan yang luas (gak tau berapa hektar, pokonya luas). Ladaya Tenggarong ini selalu ramai dikunjungi diakhir pekan. Hanya saja kemarin waktu saya kesana saat weekday, jadi sepi, namun bagus juga untuk explorasi tempat. Yoi gak? Yonkruu mamen.
Odah Rehat
Ladaya Tenggarong menyuguhkan keeksotisan karya manusia yang berpadu dengan alam. Bangunan-bangunan dan tata letaknya sangat artistik. Dikelilingi hutan membuat tempat ini begitu asri, adem coy. Apalagi ditambah dengan suara alam dan kicauan burung-burung serta suara pepohonan yang tertiup angin, perpaduan antara keharmonisan karya indah manusia dan mahakarya Tuhan yang luar biasa, hhmmm lupa pulang kayanya. Di dalamnya terdapat kolam ikan beserta tempat santai, kemudian juga ada arena paintball, bangunan-bangunan unik berbentuk segitiga, seperti tenda, namun permanen yang dibuat dari kayu dan berada diatas kolam buatan, seakan berada di atas sungai jika kita berada disana, tempat ini namanya odah rehat dalam bahasa Kutai yang berarti tempat istirahat.
Tempat santai di cafe Ladaya
Berjalan sedikit keatas, terdapat vila, dan beberapa odah rehat yang lain, ada juga arena outbond, dan beberapa arena bermain lainnya. Ladaya juga menyuguhkan panggung seni dan ruang aula terbuka yang selalu menampilkan kesenian dan teatrikal adat diakhir pekan, memang Pemkab dan Masyakat Kutai sangat menjunjung tinggi seni adat dan budaya daerah. Pernah dengar Festival ERAU yang sudah terkenal itu? nah itu merupakan festival tahunan skala internasional yang diselenggarakan berkat sinergi kerjasama dan dukungan seluruh elemen masyarakat Tenggarong, Sultan dan Pemerintah Kabupaten Kukar.
Salah satu binatang di mini zoo Ladaya
Ladaya Tenggarong juga memiliki kebun mini dan mini zoo yang berisi hewan-hewan langka khas Kaltim. Ada buaya, monyet, beruang madu, burung merak, burung enggang, dan banyak lagi. Ada juga rumah adat Kutai dan cafe yang menyediakan es bruap yang jadi khasnya serta toko souvenir bagi kamu kamu yang mau beli kenang-kenangan. Fix dah, ini merupakan perpaduan tempat liburan dimana bersantai, bermain, dan edukasi serta belanja menjadi satu paket yang mantap. Ohya, menurut beberapa sumber yang saya dapatkan (berhubung kemarin saya tidak mencoba seluruh fasilitas permainannya), selain biaya masuk yang murah, wahana-wahana bermain yang tersedia juga murah loh ya. Flying fox 20k, pake starkit paintball 35k, dan untuk menyewa odah rehat dikenakan biaya 350k permalam untuk 2 orang + sarapan pagi.
Arena Paintball
Ohya, ternyata tempat ini punya nama asli lho, namanya adalah Ladang Budaya Lanjong, tempat ini dikelola oleh Yayasan Lanjong Kutai Kartanegara yang berdiri pada januari 2002. Lanjong sendiri berarti wadah. Semacam alat yang terbuat dari anyaman rotan tersebut biasa dipakai oleh masyarakat tradisional sekitar untuk membawa hasil panen dari ladang atau keperluan lain.
 
Selengkapnya bisa surfing di http://www.lanjongartfoundation.org.
Njosss tenan untuk Kukar!!!
Lawa.



Sumber-sumber informasi