Thursday, September 7, 2017

Jan Reerink dan Sumur Eksplorasi Minyak Pertama di Indonesia

Sejarah Industri perminyakan di Hindia Belanda (Indonesia) sudah dimulai sejak lama. Berawal dari laporan penemuan minyak bumi oleh Corps of the Mining Engineers, institusi milik Belanda, pada dekade 1850-an, antara lain di Karawang (1850), Semarang (1853), Kalimantan Barat (1857), Palembang (1858), Rembang dan Bojonegoro (1858), Surabaya dan Lamongan (1858). Temuan minyak terus berlanjut pada dekade berikutnya, antara lain di daerah Demak (1862), Muara Enim (1864), Purbalingga (1864) dan Madura (1866). Cornelis de Groot, yang saat itu menjabat sebagai Head of the Department of Mines, pada tahun 1864 melakukan tinjauan hasil eksplorasi dan melaporkan adanya area yang prospektif. Laporannya itulah yang dianggap sebagai milestone sejarah perminyakan Indonesia (Abdoel Kadir, 2004). 
Sumur Explorasi Pertama Indonesia, via facebook

Awal Mula....
Mari berkenalan dengan Jan Reerink (1836-1923). Menurut Poley (2000: 65), dia berasal dari Haarlem, Belanda. Anak ketiga H.J. Reerink, pemilik toko grosir terkenal H.J. Reerink & Zonen. Setelah berkecimpung di toko ayahnya, di pengujung tahun 1860, saat ia berusia 24 tahun Jan Reerink berangkat ke Hindia Belanda dengan kapal laut, dan mendapatkan pekerjaan di pabrik penggilingan padi. Kemudian ia membuka toko seperti ayahnya di Cirebon atas saran seorang teman yang ia jumpai di kapal. Namanya Toko Contant. Setelah bisnisnya berkembang pesat, pada 1867, Jan meminta saudaranya Johannes untuk bergabung mendirikan toko “Gebroeders Reerink”.
Jan Reerink, via poltekmigas.wordpress.com

Pada tahun 1871, Jan Reerink, saudagar toko kelontong di Cirebon ini mendengar cerita bahwa di lereng barat Gunung Ciremai di kawasan Desa Cibodas, (Maja), Majalengka itu ada rembesan (seepage) minyak yang kerap dimanfaatkan penduduk untuk berbagai keperluan. Minyak tersebut merembes dari lapisan batuan tersier yang tersingkap ke permukaan. 
"Mungkin diinspirasi pengeboran sumur minyak oleh Kolonel Drake di Titusville, Pennsylvania, AS yang dilakukan di atas rembesan minyak juga pada tahun 1859, Reerink ingin melakukan yang sama. Minyaknya bisa banyak keluar bila dibor, begitu pikir Reerink."
Berdasarkan temuan itu, ia pun menghubungi teman-teman Belandanya untuk bekerja sama mendanai pengeboran sumur minyak, nanti hasilnya dibagi (sistem bagi hasil). Dan dana yang cukup pun terkumpul. Sebagai seorang dari keluarga pedagang, Jan Reerink juga tak menemui kesulitan ketika ia melobi NV Nederlandsche Handel Maatschappij (perusahaan dagang Belanda) untuk menyokong usahanya mencari minyak. Ia bahkan berangkat kembali ke Belanda untuk negosiasi lebih lanjut. Setelah sokongan diperoleh, Reerink pergi ke Lemberg dan Gracow di Galicia untuk mengunjungi perusahaan minyak dan menimba ilmu. Lalu ia pergi ke Amerika Serikat dan Kanada mengumpulkan peralatan bor dan tenaga kerjanya.

Reerink kemudian kembali ke Cirebon dan segera pergi ke lereng barat Ciremai di mana rembesan minyak dilaporkan. Di sana, menggunakan menara bor bergaya Pennsylvania, seperti yang digunakan Kolonel Drake saat mengebor sumur minyak pertamanya di dunia di Titusville, Reerink mengebor sebuah sumur mencari minyak. Saat itu bulan Desember 1871 dan tercatat dalam sejarah perminyakan Indonesia sebagai tahun sumur eksplorasi minyak pertama dibor di Indonesia. 

Sumur pertama itu dinamai Maja-1 atau Cibodas Tangat-1. Tali, bukan pipa, digunakan untuk menggerakkan mata bor. Tidak ada pipa selubung atau casing. Kedalaman sumur pertama itu hanya 125 kaki. Tenaga penggerak berasal dari generator yang dihela beberapa ekor kerbau (buffalo mill). Pada kedalaman sumur 700 kaki, ia mendapati minyak yang bagus mutunya walaupun sedikit. Reerink dan teman-temannya tentu bergembira. Minyaknya dibawa ke Cirebon setelah dibersihkan dari sedimen dan kandungan air dengan cara pengolahan sederhana. Lalu beberapa sumur lagi dibor untuk meningkatkan produksi. Sumur-sumur ini ada yang berhasil menemukan minyak ada yang gagal. Kegagalan tersebut karena mata bor menumbuk formasi batuan keras yang ada diluar batas kemampuan alatnya. Percobaan selanjutnya juga menunjukkan hasil yang sama, kualitas bagus namun jumlah yang sedikit, terlalu kecil untuk dikomersilkan. Total sumur yang dibor sebanyak empat sumur, dan menghasilkan 6000 liter minyak bumi yang merupakan produksi minyak bumi pertama di Indonesia.  
-Pengeboran ini berlangsung hanya berselang 12 (dua belas) tahun setelah pengeboran minyak pertama di dunia oleh Kolonel Edwin L Drake dan William Smith de Titusville (1859). Dengan sumur pertama yang dibor tahun 1871 di Maja, Cibodas, Majalengka, kaki Ciremai ini, menjadikan Indonesia (Hindia Belanda) termasuk satu dari negara-negara pioneer di dunia yang paling awal mengekplorasi dan memproduksi minyak bumi. Namun, sektor pertambangan khususnya minyak bumi, belum menjadi andalan pendapatan pemerintah kolonial Hindia Belanda saat itu. Hal ini bisa dilihat dari adanya Indische Mijnwet, produk undang-undang pertambangan pertama, yang baru dibuat pada tahun 1899.- 
Lukisan Reerink mengenai lokasi dan gambaran pengeboran saat itu, via tatangmanguny.wordpress.com

Merasa penasaran belum menemukan minyak dalam jumlah besar, Reerink berpikir bahwa peralatan bornya kurang tenaga, sumur-sumur harus dibor lebih dalam. Maka pada tahun 1873 Reerink pun kembali ke Amerika. Di sana ia membeli peralatan bertenaga uap buatan Kanada, sebagai pengganti tenaga kerbau. Pada 25 Juli 1874, Reerink memulai periode kedua kegiatan pemborannya. Dengan dua mesin bertenaga uap, Reerink mengebor beberapa sumur di Panais, Maja, dan Cipinang, semuanya berlokasi di lereng barat Gunung Ciremai, Majalengka. Namun semuanya gagal. Sumur lain di Palimanan bukan menghasilkan minyak, melainkan air panas yang menyembur setinggi 40 kaki. Meski mesin baru sudah dipakai, tapi nampaknya tidak cocok untuk lingkungan Pulau Jawa.

Sampai tahun 1876, Reerink terus berusaha mengebor di wilayah ini. Dalam kurun waktu dari 1870, NV Nederlandsche Handel Maatschappij (terakhir kemudian menjadi Royal Dutch Shell) telah mengeluarkan 200.000 gulden dan Reerink sendiri mempertaruhkan uang pribadinya sebanyak 100.000 gulden. Sebenarnya Reerink masih ingin berusaha setelah sebanyak 19 sumur eksplorasi dibornya di lereng Ciremai, sementara NHM mau-mau saja menghabiskan uang lagi untuk menggapai tujuan pengeboran, tapi sayangnya cadangan uang Reerink yang ia gunakan untuk berdagang di Cirebon sedang kosong. Karena seolah ditinggalkan begitu saja, toko Reerink terus merugi karena tidak ketat pengelolaannya.  
Peta letak Cibodas (Aardolie, minyak bumi) dekat sungai Cibodas, via tatangmanguny.wordpress.com
Sehingga akhirnya, masih pada tahun 1876, ia memutuskan menutup sumur-sumur tersebut dan kembali ke usaha dagang sebelumnya. Ia kembali memegang kendali usahanya dan saat Johannes meninggal pada 1882, bisnisnya sudah kembali lancar. Pada 1884, setelah menetap lebih dari 20 tahun di daerah tropis Hindia Belanda ini, Reerink menjual bisnisnya kepada asistennya, dan ia pulang ke kampung halamannya di Belanda.
---Selang beberapa tahun setelah Jan Reerink mengakhiri usahanya itu, pada tahun 1884, di kebun tembakau di tanah Deli Sumatera Utara, ada rembesan minyak yang biasa digunakan masyarakat untuk menyalakan obor. Dan Aeyko Ziljker, saudagar kebun tembakau, mengingat kisah Reerink di Majalengka tersebut. Diborlah rembesan minyak itu. Dan itulah penemuan lapangan minyak komersil pertama di Indonesia, Telaga Said.---
Setelah Jan Reerink kembali ke Belanda, dia tetap memonitor perkembangan pengeboran minyak di Pulau Jawa. Mesin yang digunakan untuk pengeboran di Maja masih tersimpan di Cirebon. Ia terus mengikuti perkembangan produksi minyak di Jawa. Sudah agak lama ia ingin mempelajari yang dilakukan “Royal Dutch” dengan wilayah kerja nya. Karena Reerink yakin Royal Dutch akan berhasil di sana. Reerink sebenarnya ingin kembali berkecimpung dalam dunia minyak yang ia rintis, namun kesehatan yang memburuk dan usia tua menghalanginya untuk melakukannya. Reerink hidup sampai tahun 1923.

Tahun 1939, penemuan komersial pertama ditemukan di wilayah ini, lebih ke utara dari wilayah di mana Reerink mengebor sumur-sumur eksplorasinya. BPM (Bataafsche Petroleum Maatschappij) menemukan minyak komersial pertama di Jawa Barat di Lapangan Randegan. Berturut-turut kemudian penemuan lapangan-lapangan penting terjadi di wilayah ke utara dan barat dari Randegan, bukan ke selatan menuju Ciremai. Meskipun demikian, minyak-minyak dari sumur-sumur Reerink masih mengalir dan sampai sekarang dimanfaatkan penduduk setempat. 
Lokasi rembesan minyak di dekat sungai Cibodas, via http://geomagz.geologi.esdm.go.id/minyak-di-maja/
Apakah Ciremai, Kuningan, Majenang, dan Banyumas tak perlu dilihat lagi kemungkinannya sebagai wilayah minyak? Salah. Justru wilayah tinggian struktur dari Majalengka-Banyumas ini merupakan salah satu wilayah terkaya akan rembesan minyak di Pulau Jawa. Dan rembesan minyak selalu lebih positif daripada negatif dalam membimbing eksplorasi. Sebuah keunikan geologi, tektonik, volkanisme, dan petroleum system terjadi di wilayah dari Majalengka-Banyumas.
"Jan Reerink tidak salah mempertaruhkan uang pribadinya di lereng Ciremai. Ia hanya belum beruntung saja."
Keuntungan barangkali akan berpihak kepada para eksplorasionis masa mendatang yang berani keluar dari wilayah-wilayah klasik perminyakan. Sains dan keberanian diperlukan dalam hal ini. Perburuan bisa dimulai (lagi) dengan meneliti kembali minyak sumur-sumur Jan Reerink, teliti karakteristik geokimianya. Ini titik ikat sebelah baratlaut (Majalengka). Hal yang sama dilakukan atas rembesan-rembesan minyak di Banyumas, ini adalah titik ikat selatan (Banyumas). Setelah kedua titik ikat ditentukan, mulailah para eksplorasionis berkutat dengan data, sains, rekayasa, dan segala macam ilmu pendukungnya.

Keberhasilan rintisan yang dilakukan oleh Jan Reerink ini, meskipun secara ekonomi tidak menguntungkan, telah menjadi tonggak awal pengeboran minyak bumi di Indonesia. Segera setelah pengeboran minyak bumi di Maja, berturut-turut dilakukan pengeboran oleh pihak Belanda di Telaga Said (Sumatera Utara), Jawa Timur, Kutai dan Balikpapan (Kalimantan Timur), Sumatera Selatan dan beberapa lokasi lainnya. Ini merupakan era pioneer eksplorasi sumur minyak di Indonesia. Kini, ribuan sumur migas tersebar di seluruh pelosok Indonesia yang telah menjadi tumpuan roda perekonomian bangsa. Apapun, sejarah pengeboran minyak di Hindia Belanda atau Indonesia sekarang akan senantiasa mengingat nama Jan Reerink sebagai orang yang merintisnya. Ia patut dikenang sebagai eksplorasionis pertama di Indonesia yang serius mencari minyak. 

Jan Reerink adalah independen pertama pengusaha minyak. Dan sumur Maja-1 adalah sumur ekaplorasi pertama di Indonesia. Dan Reerink benar, sumur lebih dalam harus dibor. Sumur-sumur Reerink hanya menembus kedalaman permukaan. Kita, para eksplorer Indonesia, yang harus melakukannya sekarang, bor lebih dalam. Seawal 1871 Reerink sudah mengebor di Cekungan Bogor pada play type intravolkanik. Luar biasa Reerink, meskipun tak disadarinya. ***



Sumber-sumber refrensi :
Tulisan Awang Satyana, SKK Migas : Sumur Minyak Pertama di Indonesia
https://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_perminyakan_di_Indonesia
https://tatangmanguny.wordpress.com/sejarah-kabupaten-majalengka-bunga-rampai/1527-2/
http://geomagz.geologi.esdm.go.id/minyak-di-maja/