Sunday, May 21, 2017

Sebuah Inovasi Itu Bernama TP3N

Pariwisata merupakan hal penting dalam kemajuan daerah Kabupaten Natuna, bentangan alam yang indah dilengkapi dengan ragam budaya yang dimilikinya merupakan nilai tambah dalam pemajuan pariwisata. Keindahan serta keunikan alam ini hendaknya dikelola secara terstruktur agar pemanfaatannya bisa optimal dan berdampak pada masyarakat banyak.

Batu Alif, Tanjung Sulai, Desa Sepempang
Pengelolaan pariwisata daerah sejatinya adalah tugas bersama, masyarakat sebagai ujung tombak, dan pemerintah sebagai pendukung serta urusan regulasi yang menyangkut hal ihwal pariwisata itu sendiri, serta banyak lagi komponen-komponen yang bisa ikut serta dalam pengembangan pariwisata seperti badan usaha, akademisi hingga media. Sinergi dan kolaborasi merupakan sebuah kunci agar gema pariwisata di Natuna bisa melambung tinggi.

Di sisi pemerintah, sebuah inovasi datang dengan dikukuhkannya Tim Percepatan Pengembangan Pariwisata Natuna (TP3N) Kabupaten Natuna oleh Drs. H. Abdul Hamid Rizal M.Si., selaku Bupati Natuna, bertempat di Gedung Sri Serindit, Kelurahan Batu Hitam, Sabtu lalu. Ada hal unik saat pengukuhan TP3N hari itu, tanggal 20 Mei merupakan Hari Kebangkitan Nasional, yang merupakan hari bersejarah bagi bangsa Indonesia. Ini memiliki arti yang dalam, dimana bersempena dengan pelantikan TP3N ini.

"Dengan meneladani semangat Hari Kebangkitan Nasional, Pemerintah Daerah bertekad dan ingin menancapkan cita-cita bahwa pada hari ini pula, Sabtu 20 Mei 2017 kita harapkan sebagai Hari Kebangkitan Nasional Pembangunan Sektor Pariwisata Kabupaten Natuna,". Bupati Natuna.

Pembentukan Tim ini juga sejalan dengan Instruksi Presiden Republik Indonesia saat berkunjung ke Kabupaten Natuna pada tahun 2016 lalu, yaitu mengenai percepatan pembangunan Kabupaten Natuna melalui 5 sektor dan salah satunya adalah pariwisata. Oleh karena itu, pembentukan TP3N ini diharapkan dapat mengatasi persoalan-persoalan yang terjadi di sektor pariwisata seperti aksesibilitas, dan fasilitas pendukung lainnya. Tujuannya tak lain adalah memberikan rasa nyaman bagi para wisatawan dan memberikan dampak yang baik kepada pelaku wisata dan masyarakat.

Dikesempatan yang lain Sekretaris Daerah Natuna, Wan Siswandi S.Sos., M.Si., menjelaskan bahwa pengembangan pariwisata di Natuna saat ini belum didukung oleh instansi lain, baik instansi vertikal, maupun Organisasi Perangkat Daerah (OPD) masih berjalan sendiri-sendiri dan belum adanya kebijakan yang mengatur akselerasi dan sinkronisasi pembangunan kepariwisataan di Natuna ini secara terpadu. Oleh karena itu, dikukuhkannya TP3N merupakan sebuah program inovasi dari pemerintah daerah dan harus didukung oleh semua instansi sehingga kedepannya akselerasi dan sinkronisasi pembangunan kepariwisataan di Natuna dapat dilakukan secara terpadu.

"Harapan saya dengan terbentuknya TP3N ini, segala upaya pengembangan pembangunan kepariwisataan lintas sektoral baik instansi vertikal maupun Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan juga kita harus saling bekerjasama untuk mewujudkan Natuna yang kita cintai ini menjadi salah satu tujuan wisata unggulan di Indonesia, khususnya di Provinsi Kepri," harap Wan Siswandi.

Wan Siswandi, Sekda Natuna (sumber: natunakab)
Tentu saja kita berharap, sebuah inovasi yang tertuang dalam pengukuhan TP3N ini berjalan sebagaimana mestinya, sehingga akan memberi dampak yang baik kepada semua lapisan masyarakat imbas dari pengembangan pariwisata daerah. Sinkronisasi dan kolaborasi merupakan hal yang harus dilakukan, baik antar-OPD hingga ke masyarakat yang merupakan ujung tombak dari pengelolaan pariwisata secara berkelanjutan.

Melihat Lebih Dekat Rumah Adat Baloy, Rumah Milik Si “Pemilik” Wilayah Utara Kalimantan

Menjadi Provinsi termuda tidaklah sulit bagi Kalimantan Utara untuk menemukan “jati diri” nya. Provinsi yang beribukota di Tanjung Selor ini sudah memiliki ciri khas tersendiri, mulai dari bentang alam, bahasa, suku dan budaya, sudah dimiliki oleh Provinsi yang akan menginjak usia 5 tahun pada bulan oktober nanti. Salah satu tempat popular di Kal-Tara adalah Pulau Tarakan. Tarakan menyimpan banyak peninggalan sejarah bekas Perang Dunia ke-II. Namun dibalik wisata sejarah yang memang menjadi daya tarik Kota yang kaya akan migas ini, ada terselip jenis wisata lain yang tak boleh dilewatkan begitu saja, yaitu wisata budaya. Tarakan yang merupakan pulau tersendiri yang terpisah dari pulau Kalimantan ini dihuni oleh penduduk asli Suku Tidung. Suku asli penguasa wilayah Utara Kalimantan.

Awalnya suku Tidung merupakan salah satu bagian dari 420 sub suku Dayak yang ada di Kalimantan, sehingga dulu disebut dengan Dayak Tidung. Namun, saat setelah ajaran islam masuk ke dalam budaya tersebut, penyebutan suku Dayak Tidung perlahan-lahan berubah menjadi suku Tidung saja. Oleh karena itu, ragam budaya serta adat suku Tidung tak lepas dari suku induknya yaitu Dayak. 

Salah satunya ciri khas Suku Tidung adalah Rumah Baloy. Rumah Baloy adalah sebutan untuk rumah Adat Suku Tidung. Rumah yang menjadi salah satu ikon Suku yang mendiami pulau Tarakan dan Kalimantan Utara ini berfungsi sebagai balai adat atau tempat tinggal kepala adat. Rumah Baloy atau yang dikenal juga dengan Rumah Adat Kalimantan Utara ini terletak tak jauh dari Bandara Internasional Juwata Tarakan. Terletak di sebelah selatan pulau, perjalanan kami tempuh dalam waktu sekitar 20 menit berkendara. Lumayan jauh terasa apalagi dengan medan berbukit dan dalan yang tidak rata. Namun perjalanan tetap kami teruskan untuk memuas hasrat akan keingintahuan ini. 

Tarif masuk ke dalam komplek wisata rumah adat sangatlah terjangkau. Kami hanya membayar Rp. 3000 perorang untuk masuk ke komplek ini. Setelah memarkirkan motor, kami langsung menuju ke komplek rumah Baloy. Komplek rumah Baloy terdiri dari beberapa bangunan. Bangunan utama yang menyambut kami setelah pos pintu masuk tadi adalah sebuah miniatur rumah adat, sekilas semacam pondok kecil, namanya Baloy Yaki. Baloy Yaki atau disebut juga dengan Balai Leluhur berbentuk seperti rumah panggung pada umumnya, memiliki pintu dan jendela tanpa tutup. Rumah ini merupakan tempat penyimpanan sesaji dan wadah untuk berkomunikasi dengan leluhur. 
Baloy Yaki.
Dari Baloy Yaki Lalu kami menuju bangunan utama, rumah Baloy Mayo namanya. Rumah ini berbentuk rumah panggung yang menyesuaikan dengan bentang geografis daerah ini yaitu peisisir dan rawa dengan arsitektur yang tak jauh beda dengan rumah Lamin, rumah adat Kalimantan Timur. Arsitektur rumah Baloy ini merupakan arsitektur yang unik bagi saya. Mengadopsi arsitektur dari rumah Lamin ditambah dengan ukiran-ukiran penuh makna pada bagian risplang dan atapnya dengan nilai-nilai filosofis khas Suku Tidung yang berhubungan dengan kehidupan pesisir dan laut. Sebuah kombinasi nan indah, dan elegan. 
Rumah Baloy Mayo
Rumah Baloy secara keseluruhan dibuat dari kayu ulin. Jenis kayu yang banyak terdapat di Kalimantan. Kayu Ulin merupakan kayu yang unik. Berbeda dengan jenis kayu lain yang jika terkena air akan melapuk. Bagi kayu Ulin semakin terkena air, maka semakin kuat dan keraslah ia. Oleh karena itu kayu Ulin menjadi bahan utama untuk membuat rumah bagi masyarakat pulau ini. 

Saya memutuskan untuk tidak (belum) masuk ke dalam rumah utama, karena masih ingin mengitari komplek ini. Di belakang bangunan utama terdapat bangunan yang didirikan di atas kolam penuh ikan. Bangunan ini disebut dengan Lubung Kilong atau Tamba Bayanginum. Bangunan dengan dua lantai ini difungsikan untuk menampilkan kesenian suku Tidung seperti tari Japen. Bangunan yang seakan terapung tersebut saat saya disana difungsikan menjadi cafĂ© atau restoran bagi para wisatawan. Kita juga bisa memberi makan ikan-ikan yang dipelihara tersebut. 
Lubung Kilong atau Tamba Bayanginum
Lanjut lagi dibelakang, terdapat bangunan besar seperti aula terbuka. Bangunan ini bernama Lubung Intamu atau Bayaintamu Apmachkuta Adji Radin Alam, berfungsi sebagai tempat penonton menyaksikan pertunjukan dan juga berfungsi sebagai pertemuan masyarakat adat dalam skala besar, seperti acara pelantikan dan tempat bermusyawarah. 
Lubung Kilong dan Lubung Intamu
Komplek rumah adat Baloy ini sepertinya juga akan ditambah dengan fasilitas-fasilitas taman untuk semakin menarik wisatawan, terlihat dari beberapa pengerjaan taman dan wahana yang belum selesai, juga terdapat perahu-perahu gayuh yang tersedia di kolam yang dibuat. Di sisi bangunan Lubung Intamu terdapat rumah panggung tinggi, lebih cocok bagi saya untuk menyebutnya sebagai menara pendek. Disitu tertulis kata Tunon Mayo 1557, Laksmana Radja Laoet Singa Tuwo, Amiril Pingiran Abdurrasyid, Turakon. Kata “Turakon” ini memunculkan anggapan dalam benak saya yang mengatakan mungkin ini asal mula nama Tarakan. Namun ketika saya bertanya pada teman saya, dia tak bisa menjawabnya. Huft KZL
Turakon.
Disisi sebelah kanan dari bangunan utama terdapat tempat penjualan souvenir. Kami memasuki ruangan tersebut dan disuguhi beberapa foto yang dipajang di dinding ruangan serta souvenir-souvenir, pakaian adat dan batik. Batik dengan corak Kalimantan merupakan daya tarik sendiri dari toko souvenir ini. Kita juga bisa berfoto dengan menggunakan pakaian adat Kalimantan Utara. Namun sayang, informasi itu saya dapatkan ketika pulang melalui mbah gugel. Huft KZL lagi
Rumah Baloy Mayo, Suku Tidung
Dari ruang souvenir saya kembali lagi ke gedung utama yaitu Rumah Baloy Mayo. Ketika ingin masuk namun tidak ada pintu yang terbuka yang berarti sedang tutup, ya iyalah. Alhasil saya hanya bisa melihat bentuk dalam ruangan dari sela-sela jendela yang terbuka. Rumah Baloy terdiri dari beberapa ruangan yang disebut dengan Ambir. Setiap ruangan memiliki fungsi yang berbeda-beda. Ruang ambir kiri disebut dengan Alad Kait, yang merupakan tempat untuk menerima masyarakat yang mengadukan perkara, atau masalah adat. Berbeda dengan ambir tengah atau yang disebut dengan Lamin Bantong, di ruangan ini terdapat meja panjang dan kursi-kursi tersusun yang merupakan tempat pemuka adat bersidang untuk memutuskan perkara adat. Lain lagi ambir kanan yang biasa disebut dengan Ulad Kemagot, yakni diperuntukkan sebagai tempat beristirahat usai penyelenggaraan perkara adat. Terakhir, Lamin Dalom atau tempat singgasana dari Kepala Adat Besar Tidung. 

Di dalam rumah ini terdapat beberapa gambar yang saya tebak adalah gambar-gambar pemuka adat Suku Tidung. Sayang saya benar-benar lupa untuk mengabadikan gambar dalam Rumah Baloy ini. hiks. Rumah Baloy yang terbagi atas beberapa ruangan terebut, memiliki fungsi yang selalu dikaitkan dengan kehidupan sosial dan kemasyarakatan. Ini menunjukan bahwa suku Tidung merupakan masyarakat yang mencintai perdamaian dan mau bermusyawarah untuk menyelesaikan suatu masalah. Ciri khas yang Indonesia banget

Komplek rumah Baloy ini juga dilengkapi dengan mushala, toilet, dan beberapa bangunan lain yang saya tebak merupakan penginapan atau vila atau juga rumah penjaga komplek wisata adat ini. Disetiap bangunan mempunyai nama masing-masing yang diambil dari nama keluarga Raja. Seperti Dayang Putri Sabah, Dayang Intan Djoera, AP Djamaloel Ail Qiram dan Dayang Fatimah. Keseluruhan bangunannya dibuat dengan arsitektur dan gaya khas suku Tidung. 
Rumah Baloy Adat Tidung, Tarakan, KalTara
Setelah puas melihat-lihat, sebetulnya ya kurang puas sih karena belum memasuki ruangan utama tadi. Hanya bisa melihat bagian dalam rumah dari luar. Tapi lumayan lah ya, secara keseluruhan feel nya udah dapet. Dan kami memutuskan pulang untuk melanjutkan perjalanan ke lain tempat.


Sumber tambahan :
https://www.merdeka.com
https://www.rumah-adat.com
https://yudibahtiar.com

“Merasakan” Dahsyatnya Perang Dunia di Bukit Peningki Lama, Tarakan

Pulau Tarakan terletak di Provinsi Kalimantan Utara. Pulau ini memiliki luas 658 km persegi, sebagian besar pulau ini diliputi oleh rawa dan bukit yang tertutup hutan lebat. Dulu, saat melihat peta, dengan luas seperti itu, saya pertama berfikir bahwa pulau ini memiliki kontur tanah yang datar, ternyata itu salah, ketika saya berada disana, kontur pulau ini juga terdiri dari bukit-bukit, sesuai dengan istilah petroleum system yang saya pelajari saat kuliah dulu, bahwa daerah kaya migas akan memiliki kontur antiklin, kontur berbukit-bukit, dimana akan mudah bagi hidrokarbon untuk terperangkap dan berakumulasi hingga akhirnya menjadi minyak dan gas yang bisa diambil kepermukaan untuk dimanfaatkan.

Selain menyimpan kekayaan alam yang besar, Pulau Tarakan juga menyimpan banyak sekali peninggalan bersejarah. Bahkan ada artikel yang mengatakan bahwa Tarakan merupakan kota ratusan bunker. Ada 200an bunker di Tarakan, namun baru hampir 100 buah yang ditemukan. Peninggalan-peninggalan bersejarah ini tak lepas dari banyaknya sumber daya alam yang dimiliki oleh pulau yang terletak di sisi timur pulau Kalimantan ini. Sumber Daya Alam yang dimiliki Pulau Tarakan mengundang bangsa-bangsa luar untuk meninkmatinya. Sehingga mereka berebut datang ke pulau ini untuk mengambil SDA tersebut.

Sedikit kilas balik mengenai sejarah Tarakan dulu ya. Tarakan merupakan salah satu bagian dari Hindia Belanda pada tahun 1941 dan sangat penting karena sebagai pusat produksi minyak yang dapat memproduksi 80.000 barrel minyak setiap bulan. Menurut catatan sejarah, sebelum perang dunia kedua, Tarakan menghasilkan 6 juta barrel minyak setiap tahun. Sejarah perminyakan di Tarakan dimulai dari tahun 1897. Dari hal tersebut, sumber daya alam Tarakan sangat menguntungkan dan menjadi rebutan berbagai bangsa untuk mendapatkan minyak bumi. Untuk itu pemerintah kolonial Belanda berusaha mempertahankan Tarakan dengan sejumlah kekuatan baik di darat, laut, dan udara. Dalam mendukung pertahanan pulau Tarakan, Belanda membangun sejumlah bunker, meriam pantai, dan sejumlah bangunan pengintai pada kurun waktu tahun 1936 - 1939. Pertempuran Tarakan terjadi pada tanggal 11 dan 12 Januari 1942. Meskipun Tarakan hanya pulau kecil berawa-rawa, tetapi terdapat 700 sumur minyak, penyulingan minyak, dan lapangan udara yang merupakan tujuan utama Kekaisaran Jepang dalam Perang Pasifik (Anonim, 2011).
Cagar Budaya Bukit Peningki Lama, Tarakan
Saat saya berkesempatan untuk meng-explore pulau ini, tempat-tempat bersejarah pula yang menjadi tujuan untuk saya datangi. Saya berkeliling Tarakan dengan seorang teman di kampus dahulu yang memang berasal dari sini. Dan satu-satunya tempat bersejarah peninggalan Belanda yang saya datangi adalah situs Bukit Peningki Lama. Situs ini terletak di Kelurahan Mamburungan, Kecamatan Tarakan Timur, Kota Tarakan. Perjalanan ke sini memakan waktu 30-45 menit berkendara dari Bandara Internasional Juwata Tarakan. Situs ini terletak di bukit yang mengarah ke laut dan berhadapan langsung dengan pulau Kalimantan.
Situs Bukit Peningki Lama, Tarakan.
Kawasan Cagar Budaya ini menempati lahan seluas 6,1 hektar. Situs Bukit Peningki Lama ini memiliki tiga meriam artileri pantai buatan tahun 1902, empat bunker pengintai, dan satu gudang ransum. Situs ini dahulu merupakan basis utama pertahanan Belanda yang dapat mengawasi keseluruhan jalur laut dan darat memasuki Tarakan dari arah selatan. Tujuan utama pembangunannya adalah untuk mengamankan sarana vital Belanda yakni pelabuhan laut dan udara serta tambang minyak dan lingkungan kota. Sejak tahun 1869, Tarakan telah menjadi pangkalan kapal perang Belanda untuk mengawasi sisi utara Kalimantan yang berbatasan dengan Malaysia Timur yang saat itu berada dibawah kekuasaan Kerajaan Inggris Raya.
Pemandangan dari atas situs. Ada jalur tracking dan beberapa gazebo untuk istrahat
Situs Cagar Budaya ini berada di bukit sehingga pas bagi kita yang menyenangi tracking, jalurnya track nya pun sudah dibuat oleh pemerintah untuk memudahkan perjalanan. Di beberapa tempat juga sudah dibuat pondok-pondok kecil untuk beristirahat. Saya bertekad untuk mendatangi semua peninggalan yang ada disini. Saya memasuki area situs dan melihat susunan meriam-meriam artileri pantai. Meriam-meriam buatan Fried Krupp Essen Jerman tahun 1902 ini disusun berdekatan dengan garis pantai dan bertugas untuk mengamankan pantai dan laut dari serangan musuh. Gagah berdiri dizaman dahulu, namun kini meriam tersebut sudah diselimuti karat dan beberapa onderdilnya sudah hilang.
Beberapa meriam artileri pantai.
Setelah meriam, saya menelusuri beberapa bunker. Bunker merupakan bangunan yang lazim ada saat peperangan. Bangunan ini merupakan tempat serdadu bersembunyi sambil menyerang musuh. Biasanya bunker dibuat tersembunyi, tertutup oleh tanah dan hanya meninggalkan sedikit celah untuk tentara mengeluarkan senjata, membidik dan menyerang musuh. Sayangnya saat berada disana, bunker-bunker yang ada banyak terendam air, alhasil saya tidak bisa merasakan bagaiaman berada di dalam bunker. Saya mendatangi keseluruhan 4 bunker yang ada, mengambil beberapa gambar dan lanjut tracking.
Beberapa bunker di situs
Tempat terakhir yaitu merupakan gudang logistik. Gudang tempat penyimpanan ransum untuk mendukung peperangan. Gudang ransum ini hanya terlihat pintu masuk depan, sementara sebagian lain tertutup tanah, sebagai bentuk kamuflase dalam perang, dan juga untuk meminimalisir getaran yang terjadi.
Gudang Logistik
Sunyi dan senyap saat berada di situs ini. Namun siapa sangka, dahulu disini merupakan saksi bisu pertumpahan darah dan desingan peluru yang “memeriahkan” perang dunia kedua. Yang ternyata Tarakan juga kecipratan “seru”nya. Cobalah berada di dekat meriam, memegang meriam dan membidik ke arah laut, rasakan kapal-kapal musuh yang datang dan kamu yang bertugas untuk menghancurkannya. Lalu pergilah ke bunker, “lihatlah” para tentara dengan senapannya dan siap selalu membidik musuh, jangan kasih kendorrr bosku. “Dengarkan” desingan-desingan peluru tentara yang terlepas dari senapan-senapan yang digenggam. Juga suara-suara pesawat tempur yang siap memborbardir area musuh saat lolos dari serangan. “Rasakan” juga bagaimana sibuknya personel gudang ransum dalam menyuplai logistic kepada serdadu-serdadu digaris depan pertahanan. Sungguh luar biasa sepertinya. Bak film-film perang buatan hollywood itu.
Meriam Artileri Pantai
Situs Cagar Budaya Bukit Peningki Lama merupakan museum terbuka di Kota Tarakan. Ada baiknya kita jaga, bantu pemerintah menjaga museum ini sebagai peninggalan sejarah yang berharga dengan tidak mencorat-coret dan mengambil barang-barang di sekitar situs. Agar kelak, generasi kedepan bisa mengetahui betapa besar bangsa kita, betapa banyak peninggalan bersejarah yang perlu dikaji untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan kita.
"tenang sayang, daulatmu akan ku bantu jaga, meski hanya dengan kata yang ku langitkan"
Salam perantau


Sumber :
http://kebudayaan.kemdikbud.go.id
http://nationalgeographic.co.id
http://pijarkaltara.blogspot.co.id
http://beritatrans.com

Saturday, May 20, 2017

Tarakan Kal-Tara, the Awesome One Day Trip

Perjalanan luar biasa saya kali ini adalah di Provinsi Termuda di Indonesia, yap Kalimantan Utara. Provinsi "Anak Bungsu" ini merupakan pemekaran dari Provinsi induk Kalimantan Timur pada tahun 2012. Dan jika berada disana, jangan sekali-sekali menyebut KalUt sebagai singakatan dari Kalimantan Utara, sebab penduduk disana tidak begitu senang dengan singkatan tersebut. Sebutlah dengan KalTara, (temennya Aang Avatar, sang pengendali air, #krik #okeskip), biar keren gitu.

Dan tempat tujuan saya kali ini adalah Pulau Tarakan. Tarakan merupakan sebuah pulau tersendiri yang terpisah dengan pulau induk Kalimantan. Terletak disebelah timur Kalimantan, bersama ratusan pulau-pulau kecil lainnya yang terbentuk di delta sungai Malinau.

Pulau Tarakan menyimpan pesona alam sendiri dan juga mempunyai peran penting dalam sejarah kemerdekaan Indonesia. Saya memilih tujuan ke Tarakan karena ada rekan saya yang tinggal di sini, jadi bisa minta bantuan-bantuan jika nanti ada kebutuhan. Dan benar saja, saya ditawari nginep di rumahnya, dan akan diajak jalan-jalan nantinya, (sudah berkurang budget untuk penginapan dan transportasi,  Uyeeeuyeeee).

Perjalanan singkat saya di Kota Minyak Tarakan ini dimulai dari siang hari. Jadwalnya sih dari pagi, hanya saja hujan sudah mulai turun dari dinihari hingga siang, jadi perjalanan kami undur hingga setelah zuhur.

1. Roemah Boendar.
Destinasi pertama yang kami kunjungi adalah Roemah Boendar, sebuah rumah unik peninggalan Belanda. Rumah yang dibangun tahun 1945 ini terletak di kawasan perumahan Kampung Baru di jalan Danau Jempang, kelurahan Pamusiang, Tarakan Tengah, -map- dulu daerah ini merupakan kawasan perumahan elit warga Belanda. Ada beberapa rumah bundar disini, namun hanya satu yang "dibudidayakan". Sebenarnya rumah ini berbentuk setengah bundar, tidak sepenuhnya bundar, karena kalau bundar sepenuhnya rumah ini akan bergelinding, Hahaha #krik #kriklagi.
Roemah saya -setengah- Boendar, -setengah- Boendar Roemah saya. Kalo tidak -setengah- boendar, bukan roemah saya, syalalalalalaa.
Sayangnya saat kami kesana, pagarnya terkunci, dan kami tidak bisa masuk kedalam, hanya melihat dan berfoto-foto dari luar saja. Di samping rumah bundar, masih di dalam pagarnya, ada dua mobil model jeep yang terparkir di depan garasi. Itu merupakan kendaraan umum, layaknya angkot zaman dulu. Tempat ini instagramable banget untuk anak-anak kekinian, berfoto dengan tema vintage dengan sedikit krearifitas untuk hasil yang luar biasa. Saya hanya mengambil beberapa gambar saja disini. Lalu kami pergi.

2. Rumah Adat Suku Tidung.
Tujuan selanjutnya adalah wisata budaya, dengan tujuan Rumah Adat Suku Tidung. Rumah Baloy namanya. Tempat ini terletak di Karang Anyar, tak jauh dari Bandara Juwata Tarakan, -map-. Suku Tidung merupakan suku asli Pulau Tarakan, saya sebelumnya sempat mikir bahwa suku Tidung ini merupakan bagian dari Suku Dayak, Dayak Tidung. Namun ternyata bukan, suku Tidung merupakan suku sendiri, mempunyai Adat dan bahasa sendiri. Bahkan suku Tidung ini adalah suku "pemilik" wilayah Kalimantan bagian Utara. Pengetahuan saya jadi bertambah mengenai suku asli penghuni pulau Kalimantan ini. 
Rumah Adat Baloy Mayo, Tarakan
Kami membayar 3.000 perorang untuk masuk kesini, setelah memarkirkan motor, kami berkeliling Komplek Rumah Adat. Komplek rumah adat suku Tidung ini terdiri dari rumah induk, rumah terapung, restoran, satu pondok kecil, satu rumah tinggi, satu rumah souvenir, dan 3 rumah panggung kecil yang sepertinya disiapkan untuk yang mau menginap disini.
Komplek Rumah Adat Baloy Mayo, Tarakan
Saya mengitari komplek sambil mengamati bangunan-bangunan serta mengambil beberapa gambar. Dibagian tengah dekat rumah terapung kita bisa memberi makan ikan yang memang dipelihara di sana. Lalu ada juga tempat penyewaan perahu gohet untuk bermain di kolam buatan yang disediakan. Komplek ini belum selesai sepenuhnya, terlihat masih banyak pembangunan atau perbaikan di sekitaran komplek. Saya terautofocus pada tulisan di bangunan tinggi di atas tempat penyewaan perahu gohet. Memang tiap-tiap bangunan memiliki nama, yang sepertinya diambil dari nama yang ada dikerajaan. Tulisan itu adalah Tarukan, mungkin ini asal mula nama Tarakan, namun setelah saya bertanya pada teman saya ini, dia tidak bisa memberi jawaban, Hmmmm.
Restoran Terapung, Rumah Adat Baloy Mayo, Tarakan
Perjalanan berlanjut di sekitaran komplek, sebenarnya saya ingin masuk ke gedung utama, cuma Sepertinya sedang tutup, dan saya hanya bisa melihat dari luar saja. Gedung utama ini layaknya Balai Pertemuan orang-orang penting, terlihat di dalam ada meja dan kursi yang disusun melingkar, dan di dinding terdapat foto-foto yang saya tebak sebagai foto para Raja atau pemimpin-pemimpin adat disini. Lalu Kami menuju ruang souvenir, yang terletak di sebelah kanan gedung utama. Ruangan ini menjual beragam souvenir khas daerah, juga terdapat batik dengan corak khas Kalimantan, corak batik yang masih menjadi favorit saya. Komplek ini juga terdapat fasilitas toilet dan Mushala. Setelah puas mengitari dan mengambil beberapa gambar, Kamipun melanjutkan perjalanan.

3. Islamic Center Tarakan
Dari wisata budaya, beralih kewisata religi. Perjalanan kami menuju Tarakan Islamic Center. Terletak di jalan Sesayap, Kampung Empat -map-. Dari Rumah adat Baloy ke Islamic Center lumayan jauh, sekitar 15 menit berkendara, melewati sumur-sumur minyak tua, pompa-pompa angguk serta menara-menara pemboran jadoel milik Belanda yang sengaja tidak dibongkar. Saya selalu excited jika melihat peralatan-peralatan industri migas ini, akhirnya saya meminta teman saya untuk berhenti dan mengambil beberapa gambar disini. hhe
Sucker-rod, pompa angguk untuk memproduksi migas.
Masjid Baitul Izzah, itu nama masjid sebagai bangunan utama Tarakan Islamic Center, Masjid berwarna kecoklatan-keemasan ini berdiri megah dan merupakan terbesar di Kaltara. Di samping bangunan utama terdapat gelanggang pemuda, gedung perpustakaan dan dua bangunan putih yang akan difungsikan sebagai museum daerah katanya. Disisi lain juga akan dibangun sarana olahraga. Sepertinya akan dijadikan satu komplek besar "peradaban" Tarakan disini, Pendidikan, Religi, dan Olahraga.
Masjid Baitul Izzah, Islamic Center Tarakan
Kami tidak masuk kedalam masjid, mengingat waktu yang terbatas. Kami hanya mengambil gambar dari luar saja. Dari kejauhan saya melihat masjid ini sedikit tak terawat. Dinding-dinding masjid sudah ada yang berlumut, retak, bahkan sudah ada yang roboh, sangat disayangkan bangunan megah ini tak dirawat dengan maksimal, -sama dengan masjid Agung Natuna, kampung saya-. Semoga nantinya akan dikelola secara baik, dan menjadi pusat Islam di Tarakan. Setelah mengambil beberapa gambar perjalanan kami lanjutkan.

4. Situs Bukit Peningki Lama
Perjalanan berikutnya yaitu wisata sejarah, -ini yang paling saya suka-. Terletak di Kelurahan Mamburungan, Kecamatan Tarakan Timur, -map- . Cagar Budaya peninggalan Belanda ini merupakan benteng pertahanan dari serangan musuh, terletak di bukit dan menghadap langsung ke laut bagian barat pulau Tarakan. Posisi strategis untuk menghalau masuknya musuh. Situs ini terdiri dari tiga jenis, beberapa meriam, beberapa bunker, dan gudang logistik.
Situs Bukit Peningki

Saya mendatangi semua tempat tersebut, totalnya ada 3 meriam artileri pantai yang dijejerkan dibarisan depan, lalu ada 4 bunker terletak acak, dan satu gudang logistik dibagian samping. Berada disini, melihat meriam bunker-bunker, seakan membawa saya ke masa perang dulu, apalagi didukung oleh imajinasi akan film-film perang bikinan hollywood itu. 
Peninggalan-peninggalan sejarah di Situs Bukit Peningki

Seakan merasa berada ditengah-tengah medan perang dahsyat. "Melihat" tentara-tentara berjaga-jaga di bunker dengan senjatanya, "mendengar" desingan peluru serta pesawat yang membordardir bumi Tarakan, "merasakan" dahsyatnya bumi Tarakan sebagai saksi bisu bagian dari perang dunia antara Belanda dan Jepang, dua negara Kerajaan adidaya saat itu. Setelah puas jeprat-jepret, kami melanjutkan perjalanan, tujuan berikutnya adalah wisata alam.

5. Pantai Binalatung dan Pantai Amal Lama
Tujuan kami selanjutnya adalah Pantai, ada 2 pantai yang kami kunjungi, Pantai Binalatung dan Pantai Amal Lama. Pantai Binalatung merupakan pantai yang cukup unik bagi saya, terpisah oleh muara sungai kecil dan harus melewati jembatan untuk sampai kesana. Biaya masuknya 5.000/org. Pantai ini memiliki pair putih dan dihiasi oleh pohon-pohon pinus yang rindang. Cocok sekali untuk liburan keluarga, ditambah lagi adanya penginapan dan penyewaan motor ATV. Kami hanya sebentar berada disini, setelah mengambil beberapa gambar, kami melanjutkan perjalanan ke Pantai Amal Lama. 
Pantai Binalatung
Perjalanan menuju pantai Amal Lama dari Pantai Binalatung lumayan jauh, memakan waktu 10 menit berkendara dengan kecepatan sedang. Pantai Amal Lama tidak seperti Pantai Binalatung, ini lebih seperti muara sungai ditandai dengan pepohonan bakau yang tumbuh di tepian pantai. Ohya, Pantai Amal merupakan singkatan dari Area Militer Angkatan Laut. Karena Tarakan merupakan daerah perbatasan jadi wajar oom-oom AL membuat markas disini. 
Pantai Amal Lama
Di Pantai Amal Lama ini banyak tersedia pondok-pondok tempat beristirahat, juga banyak warung makan yang menjual beberapa makanan dan minuman, kami memilih satu pondok dan memesan air kelapa dan gorengan. Mengobrol santai sambil melepas lelah sembari menikmati alam Tarakan disaat senja. Setelah mengambil beberapa gambar, kemudian kami pulang dan beristirahat. 

Dan besok saya dapat jadwal penerbangan pagi menuju Balikpapan. 
Trims Tarakan, trims KalTara. 
Trims Irul n Josh.