Wednesday, July 26, 2023

Lombok: Dari Museum Hingga "Ndek Wah"

Hari kedua di Gumi Sasak. Kegiatan masih berlangsung dalam ruangan utama. Beberapa peserta lain berada di ruangan pameran, dan beberapa lagi tidak tau entah kemana alias tidak berada di ruang utama, maupun ruang pameran. Dan saya, akan termasuk dalam kategori ketiga, karena berencana keluar hotel setelah kemarin malam googling mengenai tempat-tempat menarik.

Berbekal google map dan aplikasi ojek online, saya mengitari kota Mataram yang masih terasa sejuk meski matahari sudah mulai meninggi. Lokasi pertama adalah pasar mutiara Lombok, ini request dari orang rumah yang sedari pagi sudah wanti-wanti bahkan langsung mengirimkan lokasinya. Tapi jadi tujuan yang perlu dicatat untuk dikunjungi. Kemudian berlanjut ke Museum Daerah NTB yang terletak di jalan Panji Tilar Negara. Museum selalu menjadi top list tempat yang harus saya kunjungi ketika mengunjungi tempat baru. 

GIC Rinjani Lombok
Masih dalam komplek Museum, saya juga mengunjungi Geopark Information Center (GIC), GIC merupakan tempat yang -sepertinya- harus ada ketika suatu kawasan ditetapkan sebagai kawasan Geopark. GIC berisi informasi seputar kebumian wilayah yang ditetapkan sebagai Geopark dan apa yang ada di dalamnya. Dalam hal ini yakni unsur geologi, biologi dan budaya, dari hulu hingga hilirnya, juga termasuk produk-produk unggulannya. 

Dari GIC saya bertolak ke Mataram Islamic Center, yang lokasinya sangat dekat dengan hotel tempat kami menginap, sekaligus tempat acara dihelat. Masjid Hubbul Wathan namanya, terletak di pusat kota menjadikan Islamic Center ini mudah dijangkau. Berdiri di atas lahan seluas kurang lebih 7 hektar, Mataram Islamic Center ini terdiri dari 4 lantai dan 5 menara. Salah satu menara memiliki tinggi 99 meter yang mewakili nama-nama Allah, asma'ul husna

Mataram Islamic Center
Tak hanya sebagai sarana ibadah, Islamic Center ini dilengkapi dengan berbagai fasilitas penunjang, dan menjalankan sebenar-sebenar fungsinya sebagai pusat peradaban islam. Melengkapi julukan pulau Lombok sebagai Pulau 1000 Masjid.

Setelah perjalanan singkat tadi, saya kembali ke hotel untuk beristirahat. Sembari menunggu kegiatan ini yang mengirim saya ke tempat ini: Kongres 1 Indonesian Geopark Youth Forum (IGYF). Kegiatan perdana dalam menentukan pimpinan eksekutif dari organisasi yang telah kugeluti selama kurang lebih setahunan ini.

Hari ketiga, rangkaian kegiatan di Lombok masih berlanjut, dengan agenda terakhir yaitu site visit. Kali ini penyelenggara mengajak kami menuju ke beberapa gili yang ada di sebelah timur pulau ini. Gili berarti pulau. Lombok sudah terkenal sekali dengan Gili Trawangan nya. Namun kali ini penyelenggara akan mengajak ke gili-gili yang lain. Antimainstream memang, namun saya pikir ini merupakan sebuah trik untuk mengenalkan Lombok agar tak hanya Gili Trawangan saja yang dikenal.

Gili Petagan dan Gili Bidara
Dengan perahu wisata, kami mengunjungi Gili Bidara dengan melewati Gili Petagan terlebih dahulu, sebuah hutan mangrove yang indah dengan biota-biotanya. Di Gili Bidara kami menyempatkan diri untuk snorkling, melihat terumbu karang yang luar biasa indahnya dengan jarak yang sangat dekat dari bibir pantai. Kemudian beristirahat makan siang di Gili Kondo. Saya berkumpul bersama rekan-rekan pemuda yang laiin, juga bersama dengan panitia lokal. 

Sambil-sambil bercerita dan berbagi banyak hal, telinga saya ter-autofokus mendengar salah seorang berbicara dengan bahasa sasak kepada temannya. "Ndekwah", begitu lafaznya, seketika saya memberhentikan percakapan mereka dan bertanya.

Gili Kondo dan Gili Pasir

"tadi barusan bilang "ndekwah", apakah artinya itu tidak pernah?"

"iya, kok tau bang", jawab mereka dan kembali bertanya.

Ndekwah juga memiliki arti yang sama dengan bahasa Melayu Natuna, yaitu tidak pernah. Sebuah percakapan singkat dengan awalan kata "ndekwah" menjadi cerita panjang setelahnya. Perbincangan tentang pertukaran budaya antara Melayu Natuna dan Sasak di Lombok. Kata "ndek" sebelumnya sudah pernah saya dengar saat diajak oleh senior kampus saya yang juga berdomisili di sini ketika kami makan ayam taliwang, masakan khas Lombok. Namun "ndekwah" ini memiliki makna tersendiri bagi saya, dua pulau yang berjarak ratusan kilometer memiliki kesamaan kata dan makna. Barangkali ada kesamaan dalam hal tertentu yang terjadipada masa lampau.

Bukan lebay, namun ini tentang rasa saja. Dan saya yang sepertinya harus kembali mempelajari sejarah mengenai bahasa-bahasa di Nusantara. Barangkali "ndekwah" adalah salah satu dari sekian banyak kesamaan bahasa antara Melayu Natuna dan Sasak di pulau Lombok ini.

Geopark Rinjani Lombok memberikan pengalaman baru. Kesan pertama yang begitu "menggoda", semoga bisa kembali ke Gumi Sasak ini, kelak. Sampai jumpa lagi.



Tuesday, July 25, 2023

Perjalanan Ke Lombok, Kota Seribu Masjid dan Kejutan-Kejutan

Nusa Tenggara Barat, sebuah provinsi yang masuk dalam WITA (Waktu Indonesia Tengah) ini berada dalam list untuk ku "tinggalkan jejaknya". Dan alhamdulillah, akhir pekan lalu berkesempatan menginjakkan kaki di Gumi Sasak -Pulau Lombok- ini dalam rangka menghadiri beberapa agenda kegiatan di sini.

Nusa Tenggara menjadi nama gugusan kepulauan yang membentang di sebelah selatan pulau Sulawesi hingga selatan Laut Banda. Dahulu gugusan kepulauan ini bernama Sunda Kecil, nama Nusa Tenggara mulai resmi digunakan sejak UU 8 1958 diresmikan. Barangkali, Nusa Tenggara berarti pulau-pulau (nusa) yang terletak di sebelah tenggara NKRI. Secara administrasi, Nusa Tenggara ini dibedakan menjadi dua, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT) yang dua-duanya adalah nama provinsi. 

Nusa Tenggara Barat
Peta Nusa Tenggara Barat

NTB terdiri dari banyak pulau, dan didominasi oleh dua pulau besar, yakni Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa. Pulau Sumbawa merupakan pulau terbesar di NTB. Pulau Lombok, meski bukan merupakan pulau terbesar di NTB (luasnya sekitar 1/4 dari pulau Sumbawa), ia merupakan tempat dimana pusat pemerintahan Provinsi NTB berada. Kota Mataram, yang merupakan ibukota provinsi NTB berada di pulau ini. Pusat pemerintahan dan ekonomi juga berputar cepat di pulau ini. Selain banyak pulau kecil nan menawan di sekelilingnya, Rinjani yang berdiri megah di tengah-tengah pulau menjadi pelengkap keindahan Sang Gumi Sasak.

Landing, the first time....
Pesawat yang kami tumpangi mendarat di Lombok Internasional Airport (LIA) pada malam hari, sebuah perjalanan panjang dengan rute Natuna - Batam (bermalam) - Cengkareng - Yogyakarta - Lombok. Lampu-lampu kota Mataram sudah seakan menyambut kami dari atas sang burung besi. Di tempat tunggu pengambilan barang, kami berjumpa dengan delegasi peserta kegiatan dari daerah-daerah lain. Setelah chit-chat ringan dan berfoto tentunya, kami menuju hotel tempat acara dengan singgah ke sebuah rumah makan untuk menikmati ayam taliwang khas Lombok. Menikmati makanan khas dari tanahnya langsung.

Touchdown Lombok

Di tempat acara, saya menyempatkan diri bertemu dengan rekan-rekan yang sudah dahulu tiba, melepas rindu dengan berfoto bersama. Lalu kembali ke kamar untuk beristirahat. Perjalanan panjang dan duduk lama di dua moda transportasi (darat dan udara) akhirnya membuat badan ini meminta haknya. Tidur.

Perbedaan zona waktu membuat ku agak sedikit bingung dalam menentukan waktu subuh dan matahari terbit yang sudah saya rencanakan untuk hunting sejak tadi malam. Sembari mengeksplor hotel tempat menginap saya menemukan beberapa titik untuk mengambil foto sang surya yang sedang terbit. Sinar fajar berwarna jingga yang perlahan terbit dari timur masih tertutup dengan bayang-bayang raksasa yang baru ku ketahui adalah sebuah gunung. Gunung Argapura, tetangga gunung Rinjani ini berdiri kokoh di sebelah timur sehingga membuat cahaya arunika menyelip-nyelip manja dalam menampakkan indahnya. Pemandangan lain dari atas hotel juga tak kalah indah, kubah-kubah masjid terlihat sejauh mata memandang. Di segala penjuru arah. Tak salah memang jika pulau ini dijuluki kota seribu masjid dengan tujuan wisata halal terbaik di dunia versi Global Muslim Travel Indeks (GMTI).

Arunika dan Kubah-kubah Masjid

Dua kejutan tadi membuatku tak henti-hentinya mengucap rasa syukur. Sambil menerka-nerka, kejutan apa lagi yang diberikan Allah padaku melalui perantara Gumi Sasak ini.

Setelah terang, aku memutuskan untuk keluar hotel, berjalan-jalan sebentar sembari menunggu sarapan disiapkan. Berada di dekat gunung membuat udara pagi terasa dingin, jadi keluar sebentar sambil menghangatkan badan akan jadi kegiatan yang tepat. Tempat kami menginap berada di pusat kota Mataram. Benar-benar pusat kota. Sepertinya panitia sudah menyiapkan segala sesuatunya untuk kegiatan multinasional ini. Berada di pusat kota membuat hotel ini dikelilingi oleh berbagai instansi pemerintah, mulai dari DPRD, kantor-kantor pemerintahan, Bank Daerah, Islamic Center hingga bandara Selaparang (bandara TNI AU). Dahulu bandara Selaparang merupakan pintu masuk udara bagi para wisatawan yang akan mengunjungi Lombok pada tahun 2011an ke bawah, sampai "gerbang udara" ini dialihkan ke Lombok Internation Airport pada oktober 2011 hingga saat ini.

Perbandingan motif

Saat berjalan di trotoar, mataku autofocus pada ukiran penghias di lantai trotoar ini. Ukirannya mirip seperti ukiran melayu kaluk pakis yang digabungkan. Sebagai pengagum budaya, fenomena ini aku abadikan, sebagai bahan kajian ala-ala ku ke depan, barangkali ada benang merah antara suku Sasak dan Melayu. Dan ini juga kusebut sebagai kejutan.

Bersambung.......







Monday, July 24, 2023

Museum Daerah NTB: Wisata Sejarah Budaya di Gumi Sasak

Seperti sudah menjadi sebuah tradisi dalam diri, yaitu menyempatkan mengunjungi tempat-tempat bersejarah ketika berada di suatu tempat yang baru dikunjungi. Kali ini, mumpung sedang berada di "Gumi Sasak" Pulau Lombok, saya mengunjungi Museum NTB yang kalau dilihat dari peta, letaknya tak begitu jauh dari tempat acara yang saya hadiri.

Museum Negeri NTB

Museum Negeri Nusa Tenggara Barat, atau bisa juga disebut dengan Museum NTB ini terletak di pusat kota Mataram, tepatnya di jalan Panji Tilar Negara No 6 (map). Jarak yang masih terjangkau tempat saya menghadiri acara dengan menggunakan transportasi online. Terletak di kawasan tengah kota, Museum NTB sangat mudah dikunjungi. Berdiri di atas lahan seluas hampir satu hektar, museum ini memiliki lebih dari 7.000 koleksi, mulai dari sejarah, budaya, arkeologi, seni dan lain-lain.

Museum NTB terdiri dari beberapa bangunan, bangunan pertama yakni resepsionis, di sini tempat kita membeli tiket masuk museum. Antara bangunan depan dengan bangunan utama terdapat taman yang dihubungkan dengan koridor kecil. Beberapa barang bersejarah juga disusun rapi di dekat taman antara dua bangunan ini. Di sebelah kiri taman, di belakang loket tiket terdapat saung dan rumah adat di NTB. Sementara di sebelah kanan terdapat Geopark Information Center (GIC). Yap, Pulau Lombok sudah ditetapkan sebagai kawasan Geopark, bahkan saat ini menyandang status UNESCO Global Geopark (UGGP) yang sudah diakui dunia dengan nama resmi Rinjani Lombok UGGp.

Area sekitar taman museum

Saya memasuki bangunan utama melewati koridor kecil, dan disambut dengan Jaran Kamput. Jaran Kamput terlihat seperti mainan kuda-kudaan yang dihias sedemikian rupa, biasanya digunakan saat proses khitan anak laki-laki, dimana sang "pengantin" (anak yang dikhitan) akan naik di atas Jaran Kamput lalu diarak berkeliling kampung. Hal ini masih dilakukan oleh masyarakat suku Sasak di Lombok. Memasuki ruang utama adalah peta pulau Lombok dan pulau Sumbawa, dua pulau besar milik NTB ini dengan detail ditampilkan, sehingga kita bisa melihat keadaan geografi dua pulau ini, seperti dataran rendah, lembah, danau, hingga gunung Rinjani dan gunung Tambora, dua "atap langit" yang melegenda. Tulang belulang binatang purba yang ditemui di NTB, hingga proses kejadian serta produk kebumian juga bisa kita lihat di sini.

Ruangan berikutnya berkisah tentang peninggalan kesultanan dan kerajaan yang ada di NTB. Beberapa koleksi yang terlihat adalah foto Sultan/Raja, bekas pakaian yang digunakan dan lain-lain. Peta perjuangan masyarakat NTB melawan kekuasaan Hindia Belanda dengan jelas ditampilkan, sebagai pengingat, bahwa perjuangan pejuang-pejuang terdahulu dalam meraih hak-hak atas tanah air yang dijajah. Maulana Syaikh Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, seorang tokoh, ulama, dan juga pahlawan Nasional yang mendirikan organisasi islam Nahdatul Wathan, profil singkat beliau rahimahullah bisa kit lihat di museum ini. Beliau yang bergelar Tuan Guru Kiyai Haji (TGKH) serta rekan-rekannya memiliki andil besar dalam penyebaran islam dan perjuangan pejuang di NTB.

Koleksi sejarah dan kebudayaan

Ruangan berikutnya menampilkan ragam kebudayaan dan beberapa peninggalan arkeologi seperti alat bertani dan berkebun, peninggalan keramik-keramik, alat memasak, hingga peralatan berkuda, serta alat-alat rumah tangga. Koleksi keris, permainan-permainan tradisional, alat musik, hingga motif tenun lombok -yang saya nilai paling estetik- juga dipamerkan di sini.

Perjalanan memutar museum membawa kita kembali ke pintu masuk. Sebelah kanan dari pintu masuk ini, terdapat koleksi flora dan fauna di NTB, mulai dari hasil produksi hutan, ragam reptil dan mamalia yang diawetkan, binatang-binatang laut, hingga buaya muara utuh yang diawetkan. Konon, buaya muara dengan panjang 4,1 meter ini pernah menggegerkan warga dan memangsa warga setempat. Setelah ditangkap dan diawetkan, buaya muara ini diserahkan ke museum pada tahun 2010 lalu.

Koleksi kebudayaan dan flora fauna

Sebagai informasi, Museum Daerah NTB ini diresmikan pada tahun 1982 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saat itu. Museum buka setiap hari mulai dari jam 8 pagi, kecuali senin dan hari-hari libur nasional. Tak perlu merogoh saku yang terlalu dalam untuk masuk ke museum ini, dengan harga yang terjangkau, kita sudah bisa menikmati Nusa Tenggara Barat dengan cara yang berbeda.

Museum saya pilih, sebab menjadi representasi tempat-tempat sejarah dan budaya di provinsi NTB. Sebab waktu yang saya miliki tak banyak untuk mengeksplor Gumi Sasak dan Tana Intan Bulaeng. Meski hanya informasi singkat, namun museum sudah bisa mewakili untuk saya melihat Lombok, dan NTB dalam dimensi yang berbeda.




Sumber:
https://id.lombokindonesia.org/museum-ntb-lombok/
https://indonesiakaya.com/pustaka-indonesia/menambah-wawasan-di-museum-negeri-nusa-tenggara-barat-lombok/
https://museumntb.ntbprov.go.id/node/page/detail/40