Sunday, March 31, 2019

Jalan-jalan ke Museum Batiwakal, Wisata Alternatif di Berau

Derawan dan Berau Coal, saya yakin akan jadi hal yang pertama-tama muncul di dalam benak kebanyakan orang saat mendengar kata Berau. Memang tak bisa dipungkiri, 2 hal tersebut telah menjadi ikon utama bagi daerah ini. Derawan dengan segala macam keindahan alamnya telah menjelma menjadi pariwisata unggulan yang sudah terkenal hingga mancanegara. Sementara Berau Coal, ia merupakan perusahaan Tambang raksasa yang telah beroperasi sejak lama di Berau, juga merupakan salah satu penghasil batu bara terbanyak yang dimiliki Indonesia.
Lokasi Kabupaten Berau
Berau, merupakan sebuah Kabupaten paling utara dari Provinsi Kalimantan Timur. Menuju lokasi ini biasanya melalui udara dan jalan darat. Tergantung kesiapan badan dan dompet. Saya memilih menuju ke Berau melalui jalan darat dari Samarinda. Ada beberapa biro perjalanan yang melayani rute ke Berau, kita bisa menemukan lewat gugling di internet. Biayanya juga terjangkau, berkisar 300 - 400ribu rupiah. Biasanya perjalanan menuju Berau dimulai saat sore hari, tergantung moodnya driver dan jumlah penumpang (driver nunggu sampai penuh). Waktu yang ditempuh dari Samarinda menuju Berau berkisar 14 sampai 16 jam dengan beberapa titik istirahat. 
Biro Perjalanan dan Kendaraan Samarinda-Berau, istirahat makan, dan salah satu jalan menuju Berau
Saya berangkat jam 7 malam, dan tiba di Berau pukul 11 siang esok harinya. Dengan beberapa titik singgah, yaitu makan malam di Sangatta, istirahat subuh karena kabut sedang turun di Muara Wahau, dan sarapan pagi di Kecamatan Kelay. Fuuiihhh. Perjalanan ke Berau ini merupakan dalam rangka dinas kerja dari kantor. Dan rencana akan saya sisipkan lalan-lalan ketika waktu kosong dan pekerjaan sudah selesai. Survey sambil eksplor. Maklum, ini kali pertama saya menginjakkan kaki di Berau.

Pusat pemerintahan Kabupaten Berau berada di Tanjung Redeb. Kota ini sekilas sama seperti kota Tenggarong dan Samarinda yang merupakan kota tepian yang dialiri sungai Segah. Lalu lalang Kapal Tunda dan Tongkang yang membawa hasil bumi Berau merupakan pemandangan sehari-hari di sini. Saat nongkrong ditepian bersama dengan teman, sambil mengecek gugel mep tempat-tempat menarik apa yang ada di sini, lalu tertuju pada satu tempat yang selalu jadi "target operasi" jika berkunjung ke suatu tempat baru : MUSEUM.
Pemandangan sehari-hari kota Tanjung Redeb

Museum Batiwakal
Museum Batiwakal, begitu namanya, letaknya di seberang Tanjung Redeb, orang sekitar menyebutnya daerah Gunung Tabur. Menuju ke Gunung Tabur bisa dengan 5 menit menyeberangi sungai menggunakan perahu klotok dengan biaya Rp. 5.000 saja, atau melewati jembatan melalui jalan poros Kaltim - Kaltara dengan waktu tempuh 20 menit. Saya memilih rute kedua dengan sepeda motor, karena memungkinkan saya leluasa sambil survey dan eksplorasi tempat-tempat lain.
Komplek Kesultanan / Museum Batiwakal
Museum Batiwakal, merupakan museum yang berisi koleksi peninggalan sejarah dari Kerajaan / Kesultanan Berau dan Kesultanan Gunung Tabur. Batiwakal berasal dari bahasa Banua yang berarti bertawakal. Banua merupakan suku asli yang mendiami Berau, namun masyarakat lebih familiar dengan penyebutan suku Berau. Sebagai informasi, dahulu kala Berau merupakan satu Kesultanan yang membentang hingga ke wilayah Kalimantan Utara saat ini. Namun lambat laun terpisah menjadi beberapa Kerajaan. Kesultanan Berau sendiri terpisah menjadi dua, yaitu Kesultanan Gunung Tabur dan Kesultanan Sambaliung yang konon berasal dari anak-anak kedua istri Sultan Berau terakhir.
Luas Wilayah Kesultanan di Kaltimtara, serta Lambang Kesultanan Sambaliung dan Gunung Tabur
Museum Batiwakal menempati bekas komplek Kesultanan Gunung Tabur yang lumayan luas. Bangunan yang dijadikan museum saat ini merupakan bangunan utamanya, ia adalah replika bangunan asli yang hangus terbakar. Memasuki halaman museum kita sudah disuguh dengan beberapa bangunan-bangunan berwarna kuning, warna khas Kesultanan-Kesultanan Melayu Nusantara. Memasuki museum, kita disapa oleh penjaga museum yang ramah, mengisi buku tamu dan bebas mengeksplor gedung yang terdiri dari 6 ruangan ini.
Bangunan utama Museum
Masing-masing ruangan berisi beragam peninggalan sejarah Kesultanan, mulai singgasana, perabotan rumah tangga, pelaminan, pakaian kebesaran Sultan, senjata, dan koleksi-koleksi lainnya serta foto-foto kegiatan Kesultanan zaman lampau. Saya mengitari ke 6 ruangan yang didominasi dengan warna kuning tersebut dan mengambil beberapa gambar. Warna kuning merupakan warna khas Kerajaan dan Kesultanan Melayu, biasanya dipadukan juga dengan warna hijau dan merah, seperti di Kesultanan Kutai dan Tidung, serta Kerajaan-Kerajaan Melayu yang ada di Sumatera.
Replika pelaminan pengantin adat Berau

Sejarah Kerajaan Berau dan Silsilah Raja dan Sultan Berau, Sambaliung dan Gunung Tabur

Yang menarik perhatian saya di Museum ini adalah silsilah para Raja dan Sultan Kesultanan Berau hingga ia terbagi menjadi dua Kesultanan, Gunung Tabur dan Sambaliung. Saya sangat excited ketika bertemu dengan yang berbau asal-usul ini, karena dari situlah kita bisa mengetahui sejarah awal suatu peristiwa dan kejadian. 

Dan ternyata setelah melihat peta dan sharing dengan penjaga museum, Keraton Kesultanan Sambaliung hanya berada di seberang Kesultanan Gunung Tabur dan hanya dipisah oleh sungai Segah. Sebenarnya saya juga berencana menuju ke Kesultanan Sambaliung, hanya saja 2 kali saya kesana lokasinya selalu tutup. Yang kedua adalah baju kebesarannya yang warna hitam - kuning. Saya yang black lover ini selalu excited kalau melihat sesuatu yang berwarna hitam, ditambah lagi perpaduan warna kuning dengan motif-motif yang indah menambah keeleganan pakaian kebesaran Sultan ini. 
Ragam Koleksi Museum

Ragam Koleksi Museum
Setelah saya mengitari semua ruangan museum, saya menuju kembali ke ruang utama. Sharing dengan dua orang penjaganya yang kebetulan salah satunya merupakan keturunan dari Kesultanan Gunung Tabur. Beberapa informasi yang saya tulis diatas itu merupakan hasil sharing saya bersama mereka. Selain itu, banyak informasi yang saya dapat, tak hanya mengenai museum dan kesultanan saja, diskusi kecil kami ini merambat hingga tempat-tempat bersejarah lainnya di Berau serta mengenai suku, adat, dan budaya di Berau yang disebut dengan suku Banua yang bahasa aslinya adalah juga bahasa Banua, berlogat hampir mirip dengan Banjar di Kalimantan Selatan. Museum Kesultanan Gunung Tabur buka dari jam 9 pagi hingga 4 sore. Tidak dipungut biaya untuk masuk ke dalam museum ini. 

Berkunjung ke Museum Batiwakal adalah salah satu wisata alternatif di Kabupaten Berau yang sudah terkenal dengan Derawan dan kawan-kawannya. Bagi pecinta sejarah dan budaya, berkunjung ke situs-situs seperti ini adalah cara lain menikmati Berau. Setelah museum ini ada 3 situs lagi yang ingin saya kunjungi, yaitu Keraton Sambaliung, Museum Siraja Teluk Bayur dan Kawasan Kota Tua di sekitar Bandar Udara Kalimarau. Namun karena waktu yang terbatas, akhirnya saya urungkan, next time maybe, Insya Allah.
Tau sejarah dan asal usul akan menambah kecintaan kita pada negeri ini.
Salam Perantau.


Tuesday, March 26, 2019

Wisata Sejarah di Balikpapan - Museum Kodim Mulawarman dan Dahor Heritage

Berpredikat sebagai sebuah kota besar sekaligus kota industri tak membuat Balikpapan melupakan sejarahnya. Kota yang telah berusia lebih dari seratus tahun ini menyimpan banyak peninggalan yang bernilai sejarah tinggi yang bisa menjadi pelajaran bagi kita semua. Mulai dari zaman kolonial Belanda, kepedudukan Jepang, hingga zaman kemerdekaan Indonesia. Sejarah kota Balikpapan juga tak lepas dari peran industri perminyakan ketika Belanda mengebor pertama kali di daerah ini.

Untuk itu, sebagai pecinta sejarah, perlu rasanya bagi saya untuk menelurusi beragam peristiwa sejarah yang terjadi di Kota Minyak ini. Sebagai kota tua, banyak situs bersejarah yang tersebar di Balikpapan. Bangunan-bangunan tua dan bunker serta meriam bertebaran di berbagai tempat di Balikpapan. Mengingat dahulu Balikpapan merupakan daerah penghasil minyak serta memiliki kilang penyulingan minyak besar yang dioperasikan oleh penjajah, baik Belanda maupun Jepang. Dari situ pulalah segala fasilitas umum hingga fasilitas pertahanan menghadapi perang dibuat di kota ini. Hingga saat ketika Indonesia merdeka sisa-sisa bangunan ini masih bisa kita nikmati beberapa adanya.

Menurut akun instagram @bppn_doeloe, banyak situs bersejarah yang ada di Balikpapan, sebagiannya masih utuh sebagian lagi sudah rusak, bahkan hilang, foto-foto jadoel yang terarsipkan dengan rapi saja yang bisa menunjukkan keberadaan situs-situs tersebut. Ada sedikit sesal juga saat masih berada di Balikpapan dulu tidak saya manfaatkan untuk mengeksplor lokasi-lokasi ini. Berhubung waktu singkat yang saya miliki saat ini (ke Balikpapan, cuma dinas kerja), membuat saya tidak sempat untuk menelusuri semua situs yang ada. Akhirnya saya memilih museum dan Dahor Heritage Balikpapan saja yang saya kunjungi. 

Museum Kodam Mulawarman TNI AD
Ini merupakan museum pertama yang ada di Balikpapan, ia diresmikan pada tahun 2008 oleh Pangdam VI/Tpr Mayor Jenderal Tono Suratman. Semula museum ini bernama Museum Tanjung Pura sesuai dengan nama Daerah Militernya, seiring dengan dibentukan Kodam baru menjadi Mulawarman, maka nama Museum juga ikut menyesuaikan. Museum yang letaknya di Jalan Letjend Suprapto, di Kampung Baru ini merupakan kawasan konservasi yang dimiliki TNI AD dan berisi banyak koleksi tentang TNI AD, dokumen-dokumen, buku-buku dan beberapa senjata yang digunakan pada era kemerdekaan dulu.
Gerbang Museum, Panser dan Meriam - Museum Kodim Mulwarman
Setelah masuk gerbang dan menuju ke museum, kita sudah disambut dengan meriam dan panser yang terletak di depan bangunan museum. Kemudian setelah mengisi buku tamu, kita dipersilahkan masuk dan ditemani oleh penjaga museum yang ramah. Ruang pertama dari bangunan yang sudah digunakan dari era perang dunia II ini berisi prasasti nama-nama para pejuang yang gugur saat melaksanakan tugas. Dan juga ada patung dengan seragam lengkap yang biasa digunakan dilingkungan TNI AD. Jika pengunjung ramai, terutama anak-anak sekolah, maka di ruangan ini mereka harus menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dan beberapa lagu wajib nasional, baru meneruskan ke ruangan berikutnya.
Sebuah program yang bagus untuk generasi penerus agar ingatan akan perjuangan bangsa tak tergerus.
Ruang pertama dan kedua - Museum Kodim Mulawarman
Ruangan berikutnya diisi oleh lambang-lambang kesatuan yang ada dilingkup TNI AD, mulai dari lambang-lambang Kodam yang ada di seluruh Indonesia, hingga logo unit-unit satuan dan duplikat bendera-bendera kesatuan yang harus dibawa saat bertugas. Foto sejarah Kodim VI beserta para Komandan nya juga dipamerkan disini. Ada juga peralatan perang yang dipajang dilemari. Alat musik jadoel menggantung di didinding di dalam lorong yang menuju keruangan berikutnya.
Ruangan ke tiga (kiri atas), empat (kanan atas) dan lima (bawah) - Museum Kodim Mulawarman
Ruangan berikutnya berisi alat-alat komunikasi dan perlatan medis yang digunakan saat perang dahulu. Di dinding juga terdapat plakat-plakat penghargaan milik TNI AD. Ruang kelima yang saya masuki berisi koleksi senjata-senjata api yang digunakan saat melawan penjajah, dari senjata mesin hingga senjata tradisional seperti mandau dan tameng khas suku Dayak. Berlanjut ke ruangan terakhir, berisi foto-foto kegiatan para tentara saat bertugas, miniatur kapal, pesawat dan tank serta buku-buku bacaan tentang ketentaraan. Sebenarnya ada satu ruangan lagi, yaitu ruangan audiovisual, tempat diputar film-film dokumenter. Hanya saja itu akan dibuka jika pengunjungnya ramai.

Museum ini terbuka untuk umum, dari jam 9 pagi hingga pukul 3 sore. Kebanyakan pengunjung datang dari kalangan pelajar. Dan tidak dipungut biaya untuk memasukinya. Jangan lupa isi buku tamu dan kesannya juga ya, oke.

Dahor Heritage / Museum Balikpapan
Tak jauh dari museum Kodim Mulawarman ini, berjarak sekitar 2 km menuju arah Pertamina, disebelah kiri jalan akan kita temukan salah satu cagar budaya yang saat ini dijadikan museum oleh Pemerintah Kota. Orang biasa menyebutnya Rumah Dahor, dan kini menjadi Museum Balikpapan. Rumah Cagar Budaya Dahor / Dahor Heritage yang terletak di jalan Dahor no 1 ini merupakan komplek perumahan milik Pertamina yang sudah berumur. Barangkali dahulu merupakan rumah bagi para karyawan BPM, perusahaan minyak Belanda saat mengoperasikan sumur minyak di sini, lalu beralih menjadi miliki Pertamina ketika kemerdekaan telah direbut.
Dahor Heritage
Ada beberapa rumah cagar budaya di sekitar sini, namun yang saya datangi hanya satu saja. Mengingat waktu yang terbatas. Rumah Dahor seperti rumah biasa pada umumnya, namun ia berbentuk panggung yang tinggi, dengan pintu-pintu yang tinggi pula, menyesuaikan dengan ukuran tubu orang Belanda. Di dalamnya terdiri dari beberapa ruangan yang kini dijadikan ruang pameran museum. 
Koleksi Dahor Heritage
Koleksinya bisa dibilang sedikit untuk ukuran museum daerah. Hanya terdapat kursi jadoel di ruangan utama, sepeda onthel, lemari, telepon dan radio jadoel. Selebihnya adalah foto-foto Balikpapan era kependudukan Belanda hingga masa kemerdekaan. Termasuk peta perang hingga peta Kota Balikpapan zaman dulu yang terfokus pada kilang-kilang minyaknya. 

Menurut artikel yang saya baca, ada 9 rumah Cagar Budaya yang akan dijadikan museum. Saat ini baru 2 rumah yang dimanfaatkan. Si penjaga museum ini juga mengatakan, rumah serupa yang terletak tepat disebelah rumah ini juga difungsikan sebagai museum yang berisi buku-buku sejarah. Namun saya tidak meneruskan kesana, karena waktu yang terbatas. Semoga Dahor Heritage semakin baik dengan penambahan koleksi-koleksinya. Untuk diketahui, tempat ini dibuka pukul 9 hingga 3 sore dengan tidak dipungut biaya saat memasukinya.

Jasmerah!

Saturday, March 23, 2019

Menelusuri Jejak-Jejak Perang Dunia II di Situs Juata Laut, Tarakan

Meskipun tidak terlalu luas (sekitar 657,33 km persegi), namun pulau Tarakan tidak akan habis jika kita ingin mengeksplornya dalam waktu singkat. Saya yang sudah beberapa bulan tinggal di pulau kecil di Kalimantan Utara ini saja masih banyak tempat yang belum dikunjungi. Tarakan, selain dikenal dengan kota industri, juga diketahui memiliki banyak peninggalan bersejarah, sisa-sisa penjajah dan perang dunia kedua puluhan tahun tahun lalu. Maklum, pulau mungil yang menyimpan kekayaan alam ini menjadi salah satu basis pertahanan Jepang saat perang dunia berlangsung.

Beberapa peninggalan masih bisa kita lihat utuh pada tempatnya, sambil berimajinasi membayangkan fungsinya peninggalan-peninggalan tersebut saat masih bisa digunakan. Sebagian lagi banyak yang sudah berpindah tempat, tidak utuh, atau hilang tanpa jejak. Dokumentasi-dokumentasi lawas saja yang bisa membuktikan eksistensinya.

Letak pulau Tarakan yang strategis, serta memiliki kontur berbukit-bukit yang berada disisi-sisi pulau membuat Tarakan menjadi area strategis untuk membuat pangkalan perang dan basis pertahanan. Sejauh ini setidaknya ada dua situs peninggalan perang (yang baru ditemukan) yang ada di dua tempat berbeda di Tarakan, yang pertama adalah Situs Peningki Laid / Peningki Lama yang sudah saya tulis beberapa waktu lalu, dan satunya lagi adalah Situs Juata Laut yang berada di sebelah utara pulau ini. Saya mengetahui adanya situs bersejarah ini adalah ketika berkunjung ke Museum Sejarah Tarakan, disana dipajang miniatur situs berskala 1 : 300. Penasaran akan hal ini, saya gugling mencari tahu, sayangnya belum banyak informasi mengenai tempat ini. Hingga akhirnya saya memutuskan kesana dengan ditemani rekan kerja.

Situs Juata Laut merupakan kumpulan sisa-sisa bunker pertahanan dan logistik era perang dunia ke II yang digunakan Belanda sebagai basis pertahanan mereka dari laut dan udara atas objek vital yang ada di Tarakan. Hampir sama dengan situs Peningki Lama, yang membedakannya adalah lokasi situs Juata Laut sudah bercampur dengan perumahan penduduk setempat. Hingga untuk menemukannya susah-susah gampang, harus aktif bertanya pada warga setempat untuk menemukan situs-situs ini. Ada yang terletak disamping salon, di belakang masjid, hingga di tepi jalan. Lokasinya terletak di bagian utara Pulau Tarakan, butuh waktu sekitar 15 - 30 menit berkendara menuju tempat ini.
Lokasi Situs Juata Laut
Situs yang dibangun pada tahun 1930an ini tersebar di beberapa titik di Juata Laut, mengeksplornya saya rekomendasikan untuk menggunakan sepeda atau kendaraan roda dua karena letaknya yang berjauhan, dan jangan lupa membawa perlatan "perang" melawan nyamuk dan serangga lainnya yak. Saya kesana bersama dengan kerja yang kebetulan juga ingin mengeksplor berbagai tempat di pulau ini. Perjalanan dari kota kami mulai setelah ashar, menyusuri jalan utama yang melintasi berbagai tempat hingga akhirnya sampai ke Juata Laut.

Lokasi pertama yang kami datangi adalah bunker perlindungan yang terletak di belakang rumah salah seorang warga -lokasi-. Kami memasuki area tersebut setelah memarkirkan motor di tepi jalan. Area bunker ini tidaklah terlalu luas, sekitar 40 - 50 meter persegi saja, sedangkan bunkernya sendiri berukuran sekitar 4 x 7 meter. Terbuat dari batu semen tebal yang sangat sulit untuk dirobohkan. Bunker ini berfungsi sebagai tempat perlindungan dan pertahanan yang digunakan oleh Belanda saat perang di Tarakan berkecamuk. Saya mencoba masuk melihat isi dalam bunker ini, tidak terlalu luas, mungkin bisa muat 15 -  20 orang di dalamya. Pengap dan panas, itu yang saya rasakan ketika masuk ke bunker ini. Dan mencekam jika membayangkan berada disini saat masa perang dulu ya, hmmmm.
Bunker perlindungan - Situs Juata Laut
Tak jauh dari bunker tersebut, sekitar 50 meter, di sisi kanan jalan masih berdiri kokoh bangunan yang hampir mirip dengan bangunan sebelumnya, hanya saja bangunan ini sedikit lebih besar. Menurut artikel yang saya baca, ini dulunya merupakan gardu listrik -lokasi-. Bangunannya masih berdiri kokoh hingga saat ini. Sekarang, di dalamnya dimanfaatkan warga sebagai gudang penyimpanan barang. Sekitar 30 meter dari gardu listrik terdapat satu bunker yang letaknya persis di tepi jalan -lokasi-. Saat ini lokasinya sudah sedikit "tenggelam" karena terkena proses peninggian badan jalan oleh pemerintah. Bunker yang satu ini merupakan bunker logistik yang digunakan oleh para tentara Belanda. Tak jauh dari bunker terakhir, menurut yang saya lihat di miniatur yang ada di museum Sejarah Tarakan, seharusnya ada satu bunker lagi yang terletak di seberang bunker logistik ini, namun sudah tidak kami temuka lagi, barangkali rusak atau hancur, mungkin juga hilang. Hmmmm.
Gardu Listrik dan Buner Logistik - Situs Juata Laut
Situs berikutnya adalah meriam, yang merupakan senjata pertahanan yang digunakan oleh tentara Belanda. Meriam ini terletak tepat di sudut belakang sebuah masjid yang ada di pinggir jalan. Tak jauh dari bunker logistik tadi. Yang paling terlihat jelas adalah mocong dari meriam sepanjang kurang lebih satu meter yang tepat mengarah ke masjid -lokasi-. Sedangkan sisanya kemungkinan tertimbun tanah. Eksplorasi kami masih berlanjut, lokasi berikutnya tak jauh dari simpang masuk PT. Inhutani, terdapat bunker bulat dengan senjata di atasnya -lokasi-. Lokasi ini tidak ada dalam miniatur yang terdapat di museum. Saya berasumsi bunker dan senjata ini awalnya berada di bukit yang terletak tak jauh dari lokasi sekarang namun kemudian dipindahkan, mengingat bukitnya sudah dikeruk. Dibekas kerukan bukit ini juga terdapat satu buah bunker yang sudah rusak.
Meriam di dekat masjid, bunker dengan senjata, dan bunker yang telah rusak - Situs Juata Laut

Lokasi berikutnya adalah bunker perlindungan. Letaknya agak jauh dari jalan jalan raya, tak seperti lokasi-lokasi bunker yang lain. Kita harus banyak-banyak bertanya pada warga sekitar untuk menemukan bunker ini -lokasi-. Bunker ini sepertinya memiliki fungsi yang sama seperti bunker pertama tadi, yaitu sebagai tempat perlindungan dan pertahanan para tentara, atau area berlindung bagi warga. Bagian dalamnya hanya berukuran kurang lebih 3x3 meter saja, saya hanya sebentar memberanikan diri untuk masuk kedalamnya, berhubung hari sudah gelap dan aura agak-agak gimana gitu. Setelah dari sini, perjalanan masih berlanjut ke situs berikutnya yaitu bunker logistik yang dekat dengan pantai, -lokasi-nya berada tepat di sebelah pagar sebuah perusahaan, ini merupakan bunker paling "naas" menurut saya, karena dijadikan tempat pembuangan sampah oleh warga sekitar. Lalu situs yang terakhir adalah gudang ransum, -lokasi-nya terletak dikeramaian dan sangat mudah untuk ditemukan, bahkan ia diapit oleh rumah-rumah warga sehinga terkadang kita tidak menyadari bahwa itu merupakan situs bersejarah. 
Bunker-bunker perlindungan - Situs Juata Laut
Setelah menelusuri beberapa situs yang ada di Juata Laut ini kami beristirahat sebentar, lalu lanjut pulang karena mentari juga udah akan beristirahat. Sebenarnya ada beberapa lokasi lagi di area ini yang belum kami kunjungi berdasarkan miniatur yang saya lihat di museum. Diantaranya adalah beberapa meriam yang ada di bukit dan pantai, lalu bunker-bunker kecil lainnya yang tersebar di beberapa lokasi. Maybe next time saya akan kembali mengeksplor lokasi-lokasi bersejarah ini. Hanya saja yang membuat saya sedikit terkedjoet adalah tidak dirawatnya beberapa situs ini bahkan seakan dibiarkan begitu saja, sehingga (maaf) ada yang jadi tempat pembuangan sampah. Beberapa situs lain ada yang diberi pagar, pun juga terlihat seperti tanpa perawatan. Padahal ini memiliki nilai sejarah yang tinggi hingga bisa dipelajari dan bahkan bisa menjadi daya tarik tersendiri bagi Pulau Tarakan. Semoga kedepannya situs-situs ini mendapat perhatian dari pihak terkait, serta didukung oleh masyarakat sehingga situs-situs ini tetap lestari adanya. 

JAS MERAH!