Friday, February 10, 2017

Sejarah Perminyakan di Balikpapan : Sumur Mathilda dan Hari Jadi Kota Balikpapan

Memiliki julukan sebagai Kota Minyak ternyata mengandung makna dan sejarah yang mendalam bagi Kota Balikpapan. Bahkan hari jadi Kota bermaskot Beruang Madu yang diperingati tiap tanggal 10 Februari ini juga memiliki kaitan erat dengan proses perkembangan perminyakan di Bumi Manuntung ini. Balikpapan yang merupakan salah satu kota di Provinsi Kalimantan Timur ini bisa dikategorikan sebagai daerah penghasil minyak terbesar di Indonesia, bahkan salah satu tempat pengelolaan minyak (refinery unit) milik Pertamina dibangun disini, dan akan dikembangkan lagi luas serta kapasitasnya.

Sejarah Balikpapan sebagai kota minyak berawal saat zaman Kolonial Belanda. Pada Agustus 1860, Departemen Pertambangan Kerajaan Belanda mengirim Jacobus Hubertus Menten ke Kalimantan Timur. J.H. Menten, lulusan teknik pertambangan Akademi Delft ini mendapat tugas berburu batubara. Perburuannya pun berhasil. Menten menemukan batubara berkualitas baik di sekitar Delta Mahakam, Kutai dan sekitarnya. Ia pun berhasil menjalin hubungan baik dengan Sultan Kutai, Aji Muhammad Sulaiman. Menten lalu diangkat menjadi manajer perusahaan batubara Kerajaan Belanda pada 1862. Setelah beberapa penugasan di Bangka dan Bogor, Menten mengundurkan diri dari Departemen Pertambangan pada 1882. Awal Desember di tahun yang sama, ia mendapatkan konsesi tambang batubara dari Sultan Kutai. Pada 1888, Menten menyerahkan konsesi ini kepada Steenkolen Maatschappij Oost Borneo (SMOB). 

Pada masa itu Menten sadar potensi minyak di wilayah Kalimantan Timur. Ia sempat mengundang kawannya, Sultan Aji Muhammad Sulaiman melihat rembesan minyak bumi di wilayahnya. Tak butuh waktu lama, Sultan Aji Muhammad Sulaiman memberi konsesi pada Menten pada 29 Agustus 1888. Menten mendapat konsesi eksploitasi minyak bumi meliputi hampir seluruh wilayah Kutai. Sementara Pemerintah Belanda baru menyetujui konsesi Louise pada 30 Juni 1891.

Sayangnya Menten tak memiliki modal. Para pemodal di Eropa, termasuk Kerajaan Belanda tak berminat memodali proyek nekad Menten mengeksplorasi minyak di Kalimantan. Untungnya Sultan Kutai memperpanjang izin eksplorasi hingga akhir 1897. Beruntung pada September 1895 Menten bertemu Sir Marcus Samuel dari Shell Transport and Trading Ltd yang bermarkas di London. Sir Marcus siap mempertaruhkan modal demi mencoba peruntungan di Kalimantan Timur. 
J.H. Menten and Marcus Samuel, via handryjonathan.blogspot.com
Menten memulai perburuan minyaknya di wilayah konsesi Louise. Wilayah ini berada di rawa-rawa (swamps) Delta Mahakam, dekat Sungai Sanga-sanga (anak Sungai Mahakam). Meski kesulitan terus merundung, Menten berhasil mendapatkan minyak komersil pada kedalaman 150 kaki di Sangasanga pada tanggal 5 Februari 1897. Minyak mentah (crude) yang mereka dapat ini memang tidak cocok untuk lampu. Namun, Samuel mengetahuinya sebagai sumber untuk bahan bakar mesin. Di waktu yang sama, Menten mencari lokasi yang tepat sebagai tempat pengolahan (refinery) minyak sekaligus pelabuhan. Dan ia menemukan lahan cocok di Teluk Balikpapan (Balikpapan Bay). Tanah luas di kelilingi hutan tropis dan vegetasi pesisir, serta laut yang dalam.

Saat survei, tanpa sengaja tim Menten melihat rembesan minyak saat di sekitar Tandjung Toekoeng, Balikpapan.
Menten segera mengajukan izin perburuan minyak di daerah konsesi Mathilde. Lokasi tersebut terletak di sisi timur kota Balikpapan, tepatnya di kaki gunung Komendur di sisi timur Teluk Balikpapan (di dekat Pelabuhan Semayang sekarang) -map- Sumur pemboran pertama yang dilakukan pada tanggal 10 Februari 1897 ini diberi nama dengan nama Sumur Mathilda. Hanya terpaut 38 tahun dari pengeboran sumur minyak pertama di dunia oleh Edwin L Drake di Amerika atau sekitar 13 tahun setelah explorasi sumur minyak pertama di Indonesia (sumur Telaga Said di Pangkalan Brandan, Sumatera Utara).
Sumur Minyak Pertama Balikpapan, via muyhufe.wordpress.com
Sumur Mathilda memiliki kedalaman hingga 222 meter dengan produksi awal sekitar 184 barrel. Keberhasilan explorasi sumur Mathilda ini memancing eksplorasi sumur-sumur minyak di area konsesi sekitarnya, hingga akhirnya memiliki total sembilan sumur yang produktif pada masa itu. Satu tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 15 April 1898, Menten dan Samuel Marcus mendirikan perusahaan bernama Nedelandsch Indisch Indusrie en Handel Maatschappij (NIIHM) setelah mendapat modal dari Shell. Dilanjutkan dengan mulai melakukan pengeboran di konsesi Mathilde dan menemukan minyak pada kedalaman 180 m. Pada tahun 1898 produksi tahunan NIIHM mencapai 32,618 barrel minyak mentah yang berasal dari konsesi Louise dan Mathilde.
 
Pencarian J.H. Menten selama belasan tahun dan rekannya Mr. Samuel akhirnya berbuah manis. Di Balikpapan, Menten tak hanya mendapat pelabuhan, tetapi juga sumber minyak baru. Di sepanjang 1898, Menten mendatangkan pekerja pengeboran dan pengolahan ke Balikpapan. Kapal uap serta kapal layar pengangkut material dan peralatan pengeboran akhirnya merapat di Balikpapan. Pada 20 Agustus 1898 untuk pertama kali kapal tanker "Sabine Rickmers" milik Shell berlayar mengirimkan minyak mentah dari Kalimantan Timur menuju penyimpanan di Singapura. Disusul pengiriman langsung ke London dengan kapal uap Broadmain.  

Banyaknya sumur-sumur minyak yang produktif di konsesi Mathilda serta penemuan-penemuan minyak baru di konsesi Louise dan Nonny (Sangasanga) membuat pemerintah Belanda membangun tempat instalasi penyulingan minyak di Balikpapan pada tahun 1900. Belanda juga membangun fasilitas-fasilitas pendukung seperti perumahan, sekolah, rumah sakit, sarana olahraga dan sarana hiburan. Dengan selesai dibangunnya kilang minyak di kota Balikpapan pada tahun 1922, menjadikan kota Balikpapan sebagai pusat penyulingan minyak mentah di wilayah Kalimantan Tenggara (dengan lahan konsesi Mathilde, Nonny dan Lousie). Pada masa itu, baik minyak yang telah diolah maupun minyak mentah mampu memberikan kontribusi rata-rata lebih dari 50% dari nilai ekspor bagi Kalimantan Tenggara. Dalam kelanjutannya, kedudukan NIIHM digantikan oleh BPM.

Tahun 1903 merupakan akhir cerita dari sumur Mathilda. Setelah beroperasi selama kurang lebih 6 tahun dengan total kumulatif 68.375 barrel, sumur Mathilda ini ditutup. Saya belum temukan mengapa sumur ini ditutup, apakah karena cadangan dan tekanannya yang tak mampu lagi mengalirkan minyak keluar (natural flow) atau ada alasan lain mengenai sebab penutupannya. Namun sumur-sumur di area konsesi Mathilda yang lain masih beroperasi dan mengeluarkan banyak minyak.
Kilang Balikpapan, via wikipedia
BPM (Bataafsche Petroleum Maatschappij) adalah anak perusahaan dari Royal Dutch Shell, perusahaan yang juga mengelola sumur-sumur minyak di Pangkalan Brandan. Pekerjaan BPM di Indonesia hanya mengebor. Penjualannya dilakukan perusahaan Inggris Shell. Sementara pengangkutannya oleh Anglo Saxon Oil Coy, yang mempunyai kapal tangker untuk diangkut ke negara-negara yang membutuhkan minyak. Dengan demikian, dari dulu memang industri minyak bumi ini melibatkan banyak perusahaan dan pihak. Pada tahun 1912 BPM memperoleh konsesi baru di wilayah Balikpapan yaitu Konsesi Batakan, Konsesi Manggar, Konsesi Manggar II dan Konsesi Teritip. Penambahan tersebut membuat BPM menguasi hampir seluruh kota Balikpapan dan memiliki wewenang dalam mengatur pola pembangunan infrastruktur fisik kota Balikpapan seperti wilayah pemukiman, ruas jalan, jalur pipa minyak, dan jalur komunikasi. Pengaturan tersebut pada dasarnya ditujukan untuk mendukung kepentingan pengembangan industri minyak di area teluk Balikpapan. Hal ini juga berdampak dalam pembentukan tatanan awal fisik dari Kota Balikpapan.
Kilang Minyak Balikpapan tahun 1930, via muyhufe.wordpress.com
Keberhasilan sumur-sumur minyak di Balikpapan ternyata sampai ketelinga para penguasa dunia. Hingga menjadi rebutan para penjajah. Hingga saat terjadi perang Pasifik, sumur-sumur ini merupakan salah satu target untuk dikuasai. Beberapa sumur minyak dihancurkan oleh Belanda agar tidak ada satu pihakpun yang dapat menikmatinya. Perang pasifik juga menyebabkan banyak sumur, tangki-tangki kilang dan fasilitas-fasilitasnya rusak parah. Tercatat, infrastruktur  BPM di Balikpapan dua kali di bumihanguskan. Pertama oleh pihak Belanda sendiri sebelum diduduki Jepang dan yang kedua oleh  pihak tentara Jepang.

Selama Perang Dunia II (tahun 1942-1945), kota Balikpapan dikuasai oleh pasukan tentara Jepang. Mereka membutuhkan sumber daya bahan bakar minyak untuk kendaraan lapis baja, pesawat tempur hingga lampu. Penyerangan ke Balikpapan setelah mereka berhasil menguasai Tarakan. Tetapi menguasai Tarakan menjadi tidak berguna karena kilang minyak di Tarakan sudah dihancurkan oleh Belanda pada saat itu. Ketika tentara Jepang menyerang Balikpapan pada 20 Januari 1942, kilang minyak dan Pelabuhan Balikpapan tetap utuh dan tidak di hancurkan seluruhnya karena pimpinan Jepang memberikan ultimatum akan membunuh semua tentara dan warga Belanda yang ditemukan di Tarakan dan Balikpapan. Masa penjajahan Jepang di Balikpapan tidak berlangsung lama. Perang Dunia ke II kemudian meletus.
Kantor Kilang Minyak, via muyhufe.wordpress.com
Tentara Sekutu yang terdiri dari angkatan Bersenjata Divisi 7 Australia dipimpin oleh Letnan Kolonel Edward Robson berusaha merebut kembali pelabuhan Balikpapan. Karena dari kacamata ekonomi, kilang minyak memiliki nilai strategis. Serangan tentara Sekutu berlangsung sejak 25 juni sampai 15 juli 1945. Untuk mematahkan pertahanan tentara Jepang, pihak tentara Sekutu melancarkan serangan udara. Skwadron angkatan udara Sekutu mengepung angkasa Balikpapan. Pesawat bomber menjatuhkan ratusan Bom dari angkasa sehingga menghancurkan fasilitas vital. Akibat serangan udara pasukan Sekutu itu, Kilang minyak dan pelabuhan Balikpapan mengalami kerusakan sangat parah. Tentara Jepang akhirnya mundur. Hingga akhirnya tanggal 21 Juli 1945 Jepang menyerah kepada pasukan Sekutu di Balikpapan. 

Proklamasi kemerdekaan akhirnya berkumandang di Jakarta tgl 17 Agustus 1945. Namun karena minimnya sarana komunikasi, kabar proklamasi ini telat diketahui oleh masyarakat Balikpapan. Baru pada sekitar bulan november 1945, kabar proklamasi kemerdekaan ini sampai di Balikpapan. Namun, tidak serta merta hal tersebut membuat Balikpapan bebas dari penjajah. Belanda yang membonceng sekutu Australia waktu itu ingin menjajah Balikpapan kembali. Saat itu Balikpapan memang dalam status quo. Artinya belum masuk ke wilayah NKRI. Berbagai pertempuran pecah di Balikpapan antara kaum pejuang pribumi dan tentara Belanda.
Perang Balikpapan, via klikbalikpapan.co
Sekitar 1945-1946 pekerja BPM yang datang dari Jawa dalam rangka rehabilitasi Kilang Minyak yang hancur akibat perang yang dilanjutkan dengan pernyataan rakyat di Lapangan FONI. Namun karena Belanda berniat menguasai kembali kota ini, secara spontan, masyarakat menentang rencana BPM. Maka terjadi peperangan yang berlanjut sampai pada pertempuran Sangatta. Perlawanan terhadap Belanda terus dilakukan. Dengan pertempuran dan perundingan-perundingan. Hingga akhirnya pada tanggal 27 Desember 1949, Balikpapan resmi masuk ke dalam Republik Indonesia. 

Pada tahun 1949 Pelabuhan Balikpapan diserahkan secara resmi kepada Pemerintah Republik Indonesia. Langkah pertama yang dilakukan pemerintah adalah membenahi pelabuhan Balikpapan dan membangun kembali kilang minyak pada tahun 1950. Pembangunan dan penambahan fasilitas dermaga, fasilitas gudang dan peralatan pelabuhan dilakukan pemerintah guna menunjang pembangunan Kilang. Hingga tahun 1951, 50 buah tangki penyimpanan selesai dibangun. Daya penyimpanannya berjumlah sekitar 400.000 meter kubik. Cukup besar meski tidak sebesar 1.000.000 meter kubik seperti  sesaat sebelum perang. Sebagian terbesar dari jembatan pipa yang rusak digantikan ponton sebagai sarana transportasi pengganti dan sebagian lagi bisa diperbaiki. 

Sejak tahun 1890 sampai 1950, kota Balikpapan menjadi kota minyak yang awalnya merupakan kota tambang. Hal tersebut cukup beralasan, karena hasil produksi di wilayah tersebut terus megalami peningkatan secara bertahap. Sumur-sumur Mathilda kala itu mampu memproduksi minyak mentah dalam jumlah yang cukup besar, yang mencapai 620,895 barrel. Inilah yang menjadi cikal bakal era industri di kota Balikapapan dan mulailah berdatangan pada pekerja ke kota tersebut. Saat itu para pekerja sebagian besar bermukin di desa Jumpi (Kampung Baru) dan desa Tukung (Klandasan). Hasil produksi semula yang pada saat itu hanya menggunakan tiga kilang berjumlah 10.000 barrel perhari, kemudian 40.000, 50.000 hingga mencapai 60.000 barrel per hari dengan bertambahnya jumlah kilang.
Monumen Sumur Mathilda, via situsbudaya.id
Revolusi besar terjadi pada tahun 1982 karena adanya pengembangan dan penambahan jumlah kilang sehingga meningkatkan jumlah produksi hingga mencapai 260.000 barrel per hari. Saat ini hasil produksi kilang minyak Balikpapan mencapai 86 juta barrel setiap tahunnya dan kemungkinan besar kedepannya akan terus mengalami peningkatan mengingat kebutuhan akan bahan bakar dalam negeri terus mengalami peningkatan. Sumur minyak Mathilda saat ini telah dijadikan monumen dan dapat ditemui di pintu masuk jalan minyak. Tanggal pertama pengeboran explorasi yakni pada tanggal 10 Februari 1897 pun ditetapkan sebagai hari jadi Kota Balikpapan.
Kilang Minyak Balikpapan sekarang, via klikbalikpapan.co
Minyak bumi dari Balikpapan cukup dikenal oleh para pedagang jauh sebelum penemuan sumur minyak di Sanga-Sanga. Para pedagang yang datang ke kota ini tidak hanya menjajakan dagangannya, namun mereka juga mencari minyak tanah (saat itu disebut dengan "lantung"), memang pada saat itu minyak tanah merupakan salah satu produk hasil olahan minyak bumi yang sangat diminati oleh masyarakat. 

Seiring perkembangan waktu. Kilang minyak di Balikpapan mengalami perkembangan yang pesat. Kilang minyak Balikpapan saat ini mengolah minyak mentah dari berbagai negara, seperti dari Nigeria, Iraq, Libya, Arab Saudi, Brunei. Selain mengolah minyak mentah dari luar negeri, unit pengolahan Balikpapan juga mengolah minyak mentah dari Sepinggan, Handil, Sanga-Sanga, Tarakan dan Bunyu (Kalimantan Utara) dan Tanjung (Kalimantan Selatan). Hingga saat ini, pemerintah melalui Pertamina sedang menjalankan mega proyek perluasan kilang minyak di Balikpapan dengan nama RDMP (Refinery Development Master Plan) yang dapat meningkatkan kapasitas produksi minyak dalam skala yang lebih besar dari sebelumnya. 
RDMP Pertamina RU V Balikpapan, via google


***********


Tulisan ini saya kutip dari berbagai sumber, jika ada sumber yang lebih valid, saya akan dengan senang hati untuk menerima masukan. 😁

Sumber-sumber refrensi :
https://www.prosesindustri.com/2015/06/sejarah-perminyakan-kota-balikpapan.html
https://www.kompasiana.com/jurnalgemini/56f3f9c11197735109a4de24/kota-minyak-balikpapan-awal-1950-an-menurut-reportase-dua-orang-jurnalis
https://situsbudaya.id/sumur-minyak-matilda-kalimantan-timur/
http://balikpapanku.id/hari-jadi-kota-balikpapan-berasal-dari-pengeboran-sumur-minyak-mathilda/
https://id.wikipedia.org/wiki/Bataafsche_Petroleum_Maatschappij
http://handryjonathan.blogspot.com/2015/09/balikpapan-meneer-menten-kota-yang.html
https://muyhufe.wordpress.com/2012/06/18/sejarah-kota-balikpapan/

No comments:

Post a Comment