Bangunan Koperasi Ahmadi & CO
masih berdiri tegak. Aktivitas keseharian pun masih berjalan. Tapi sudah tak
seperti dulu lagi, ketika kebesaran perusahaan ini bahkan sampai
memiliki cabang di Singapura, dari Kecamatan Midai Kabupaten Natuna
Provinsi Kepri.
Bung Hatta, via www.berdikarionline.com |
Selain melihat kehidupan di pulau
perbatasan RI tersebut, Bapak Koperasi
Indonesia juga dibuat takjub dengan keberadaan serikat dagang orang
Melayu yang dikenal dengan nama Ahmadi & CO tersebut. Diperkirakan, Ahmadi & CO adalah
sebuah koperasi yang tumbuh pada deret paling awal di republik yang
sempat bercita-cita membangun ekonomi kerakyatan melalui koperasi ini.
Kala itu Bung Hatta menggunakan kapal yang merupakan satu-satu transportasi untuk menuju ke Pulau Midai. Begitu sampai
di pelabuhan Midai, sekitar 500 meter dari dermaga terlihat elok dan rapih
bangunan megah kala itu pada zamannya. Bung Hatta langsung masuk ke dalam
kantor dan memeriksa buku-buku laporan keuangan perusahaan Ahmadi &
Co yang membayar pajak ke Padang Sumatra barat.
Haji Wan Abdulrahim bin Haji Wan Abdullah merupakan saksi sejarah berdirinya sebuah peradaban usaha niaga yang menembus pasar
Internasional ini. Para petani menjual hasil bumi Natuna berupa kopra dan cengkeh hingga ke penjuru Malaysia, Singapura serta deretan Negara Asia Tenggara mengunakan kapal niaga yang berlayar menembus laut Cina Selatan. Dari situ, Bung Hatta dibuat
terkagum-kagum.
“Ini sebuah lembaga ekonomi pertama di Nusantara yang manajemennya sangat rapi”, -Bung Hatta.
Sejarah kejayaan Ahmadi & Co
ini diceritakan oleh bapak Tiga Zaman, Haji Wan Abdulrahim (73) yang kini menetap di Ranai Natuna beserta
istri tercinta Hj Wan Nursima (65). Keseharian mereka kini menjual kue serta
Roti bakar di perempatan Simpang Batu Hitam.
Kala itu ungkap Wan Adullrahim, tahun 1957-1967, usai mengenyam pendidikan SMEA di Tanjung Pinang Angkatan Pertama Sekolah Kejuruan semasanya. Tergerak hati ingin membangun kampung halaman. Wan Abdullah kembali meneruskan usaha dimana Ayah kandungnya, Wan Abdullah (alm) bekerja sebagai bendahara keuangan bersama Raja Haji Ali mengembangkan Ahmadi & Co.
Sejarah Ekonomi Natuna menggelora Bermula dari Ahmadi & Co.
Kala itu ungkap Wan Adullrahim, tahun 1957-1967, usai mengenyam pendidikan SMEA di Tanjung Pinang Angkatan Pertama Sekolah Kejuruan semasanya. Tergerak hati ingin membangun kampung halaman. Wan Abdullah kembali meneruskan usaha dimana Ayah kandungnya, Wan Abdullah (alm) bekerja sebagai bendahara keuangan bersama Raja Haji Ali mengembangkan Ahmadi & Co.
Sejarah Ekonomi Natuna menggelora Bermula dari Ahmadi & Co.
Diantara syarikat/perusahaan niaga itu
yang masih ada sampai sekarang hanyalah Ahmadi & Co. yang ada di Midai. Ahmadi
& Co. di ini Midai sudah sangat terkenal dalam waktu yang panjang. Selain besar, rapi, dan indah, ia juga
mempunyai cabang di Singapura, yang banyak menerbitkan jenis bahan
cetakan buku pelajaran syariat agama serta beragam jenis lainnya. Perlu juga diketahui disini bahwa diantara sekian ramai yang memasukkan modal/saham dalam Ahmadi & Co.
Midai ataupun cabang di Singapura, terdapat juga pelabur yang berasal
dari Patani (Thailand) dan Kelantan (Malaysia).
Berdirinya Ahmadi & Co. Midai
di Singapura adalah atas kebijakan ketuanya Raja Ali bin Raja Muhammad Tengku
Nong. Perusahaan yang berawal dari agen kelapa kering (kopra), hasil laut, dan usaha
tenunan kain Terengganu ini, perlahan-lahan menjadi besar. Bisnis lain yang dikenal adalah sebagai mathba’ah/ press dan
penerbit buku panduan pendidikan.
Secara tidak langsung, Ahmadi & Co
mewakili keintelektualan masyarakat Pulau Tujuh atau sekarang disebut
Natuna, di gelanggang dunia niaga serantau. Selain itu seorang ulama
besar Sarawak yang terkenal di Mekah, iaitu Sheikh Utsman bin Abdul
Wahhab Sarawak pernah memiliki sebidang kebun di Pulau Midai yang diurus
oleh Ahmadi & Co. Midai. Jika kita menoleh kebelakang, pelayaran
pada zaman silam yang menggunakan tongkong atau wangkang dari negeri
China, perahu ukuran besar yang berasal dari Terengganu, negeri Bugis
dan penduduk Natuna sendiri yang melalui Laut China Selatan, sudah pasti
akan melalui ataupun singgah di Natuna.
Pada zaman penggunaan tongkong/wangkang
atau perahu, peranan kepulauan di Laut China Selatan itu adalah sangat
penting terutama untuk mendapatkan bekalan air. Lama kelamaan wujudlah
perdagangan antara berbagai daerah. Bahkan ramai orang-orang Terengganu
datang ke daerah tersebut untuk berniaga mengedar berbagai jenis kain. Kegiatan ini berjalan hingga tahun 1950an.
Syarikah Ahmadi & Co. Midai termasuk
perintis awal yang memiliki sebuah kapal di daerah Natuna yang dinamakan
Kapal Karang kini diyakini Wan Abdullah benda sejarah berupa Teropong antik yang tersimpan rapih di kediaman nya. Sepanjang sejarah pelayaran, penggunaan
kapal untuk daerah Natuna mengalami dua kali terkendala, yang pertama
ialah menjelang perang dunia yang kedua dan beberapa tahun sesudahnya. Keduanya pula ialah ketika terjadi Konfrontasi Indonesia-Malaysia (1963) berjalan terus hingga beberapa tahun sesudahnya.
Pada masa perang dunia yang kedua,
barang makanan banyak dibawa dengan perahu dari Kuala Terengganu dan
Kuching, Sarawak. Perhubungan dengan Singapura yang menggunakan kapal
boleh dikatakan terputus.
Saya sangat bersukur ketika di posisi komplik
komprontasi saya berupaya membeli Kopra dari masarakat. Betapa tidak
waktu itu semua kebutuhan sembako terputus yang biasanya di suplay dari
Negara singapura serta Malaysia sehingga masyarakat sulit mendapatkan
kebutuhan, ujar Wan. Berselang 6 bulan masa transisi, bersyukur
bantuan ransum dari pemerintahan RI yang disuplai mengunakan kapal perang bersandar
hingga ke pelabuhan Midai.
Ketika konfrontasi terdapat pertukaran
makanan secara illegal dengan Singapura dan pelabuhan kecil Sematan di
Sarawak, yang diangkut dengan perahu-perahu kecil ukuran mulai 4 ton dan
yang paling besar hanya 40 ton. Dalam masa konfrontasi pula mulai banyak
hubungan perniagaan dengan Kalimantan Barat melalui pelabuhan
Singkawang dan Pemangkat dalam Kabupaten Sambas kembali terjalin. Walaupun selama ini betapa pedih derita,
namun akhir-akhir ini Natuna dipandang sangat berpotensi kerana
terdapatnya minyak dan gas. Paling penting pula hasil emas hijau, bunga
cengkih, yang mengundang kedatangan pengusaha besar dari Jawa ke Natuna. Datang pula kapal-kapal dari Taiwan,
Hong Kong, dan Thailand memburu ikan di laut Natuna, ada yang secara sah
(legal) tetapi lebih banyak yang bercorak illegal. Ada perniagaan ikan
hidup, ada ikan mati yang diawetkan. Ada yang langsung ditangkap di
laut, ada pula tempat-tempat pemeliharaan. Pendek kata dirumuskan bahawa
semuanya serba lengkap dan moden.
Sejarah Singkat
Tengku Ali lahir di Pulau Penyengat
(Riau) tahun 1874 M. Wafat di Pulau Midai, Kepulauan Riau, 9 Rejab 1374
H/ 3 Maret 1955 M. Perniagaan Kerabat Diraja Riau-Lingga
dicetuskan oleh Raja Haji Ahmad bin Raja Haji Umar, dimulai di Pulau
Midai tahun 1324 H/ 1906 M. Tahun 1330 H/1912 M Raja Ali/Tengku Selat
menerima penyerahan pimpinan Syarikat Ahmadi & Co. Midai daripada
Raja Haji Ahmad, kerana Raja Haji Ahmad akan berangkat pindah ke Mekah.
Tanggal 28 Rejab 1332 H/1913 M surat
nomor 91 dan nomor 92 Raja Ali mengirim surat kepada Raja Haji Ahmad
di Mekah, bahwa beliau akan mengembangkan perniagaan Syarikat Ahmadi
& Co. Midai di Singapura. Dengan Akta, Midai 1 Syaaban 1333 H/14 Jun
1915 M ditetapkanlah untuk membuka cawangan Ahmadiah Pulau Tujuh di
Singapura yang berpejabat di Palembang Road 18 B. Aktivitas perniagaannya merupakan agensi
pengumpulan hasil bumi dan laut, selanjutnya aktif dalam eksport dan
import berbagai jenis barangan. Kemudian pindah ke Minto Road 50. Pada
hari Jumaat, 22 Rabiulawal 1339 H/3 Disember 1920 M mufakat pula
mendirikan percetakan. Perusahaan di Minto Road 50 itu berkembang terus
dan pada tahun 1926 M Ahmadiah membeli sebuah rumah nombor 82 Jalan
Sultan Singapura, kemudian nomornya diganti menjadi nomor 101 Jalan
Sultan.
Sumber : Riky Rinovsky / kompasiana / 09 January 2011
No comments:
Post a Comment