Wednesday, July 1, 2015

Cerita Kami dari Negeri Perbatasan : Saat Transportasi Laut Sangat Terbatas, dan Harga Transportasi Udara Kelewat Batas

Perkenalkan, kami :
Warga Kepulauan Natuna yang berada di Ujung Utara Perbatasan Negara Republik Indonesia, letak pulau yang paling utara sehingga tak sedikit yang bilang kami milik Malaysia. Sering juga kami dengar pertanyaan "ada kehidupan kah disana?" dari orang-orang yang kami temui di tanah rantau. Tak pernah kami salahkan mereka dengan pertanyaan seperti itu, karena letak pulau yang paling ujung tersebut.

Kami, para perantau selalu memiliki cerita saat akan pulang. Sulitnya transportasi menuju ke Natuna hingga mahalnya harga tiket yang harus kami bayar guna mencapai kampung halaman tercinta merupakan perjuangan yang teramat sangat demi bertemu keluarga tercinta, sanak saudara serta karib kerabat di sana.

Bagi kami yang merantau ke Jawa, alternatif pulang yang murah yaitu dengan kapal milik PT. Pelni, dengan rute pelabuhan Tj. Priok (Jakarta) - Belinyu (Bangka Belitung) - Kijang (Bintan) - Letung dan Tarempa (Anambas) - Ranai, Midai, Serasan (Natuna). Atau dari Surabaya dengan rute Tj. Perak - Pontianak - Serasan, Midai, Ranai (Natuna). Waktu yang ditempuh dengan moda transportasi laut tersebut berkisar 3 hari, tergantung asal keberangkatan. Atau dengan moda transportasi udara namun harus merogoh saku lebih dalam karena harga tiket yang sangat mahal, bahkan sempat dikabarkan bahwa harga tiket menuju Natuna adalah yang termahal se Indonesia.


Bagi mereka yang merantau di Sumatera, juga tak jauh beda dengan yang kawan-kawan perantau di Jawa rasakan, untuk transportasi murah dengan menaiki kapal Pelni dari Dumai atau motor veri cepat dari sungai Siak menuju Tanjung Pinang (1 hari 1 malam), kemudian berganti kapal lagi dari Tj. Pinang ke Natuna (kurang lebih 1 hari 1 malam). Juga harus merogoh saku lebih dalam jika ingin mudik dengan moda tranportasi udara.

Hal yang tak jauh berbeda juga dirasakan oleh rekan-rekan yang berada di Kalimantan. terlebih lagi sekarang tidak ada pesawat yang melayani rute Natuna - Pontianak. Jadi hanya transportasi lautlah yang jadi andalan mereka untuk pulang kampung.



Belum lagi dalam beberapa waktu terakhir KM Pelni Bukit Raya sedikit "bertingkah" dengan mengubah rute pelayaran menjelang ramadhan dan idul fitri. Kalang kabut lah kami mencari transportasi apa yang kan kami gunakan untuk pulang. Ada kapal subsidi dari pemerintah, kapal perintis, boleh dibilang kapal barang lah. Kapal ini bernama Natuna Bahari yang melayani Pontianak sampai Ranai, dan Kawaranae dan Sabuk Nusantara dari Tanjung Pinang sampai Ranai. Bagi mereka masyarakat menengah keatas akan harus rela menghabiskan banyak rupiah untuk membeli tiket pesawat. Juga alternatif lain yang cepat dan boleh dibilang terjangkau adalah dengan menaiki pesawat Hercules milik TNI AU yang rutin tiap akhir bulan ke Natuna. 

KM Kawaranae labuh Jangkar di Selat Lampa
Jujur, ini memang sudah kami jalani sejak lama. Saat membaca berita tentang pernyataan KSAU yang mengatakan bahwa akan memecat Komandan yang mengkomersialisasikan pesawat Hercules ini. Saya sedikit heran, oke lah jika memang prosedurnya tidak boleh dikomersialisasikan, namun saya hanya minta pandangilah dari sisi yang lain. 
"Komandan tidak salah, kami hanya butuh transportasi murah"
Kami tinggal diperbatasan, letaknya paling ujung utara Negara ini, penjaga kedaulatan Maritim Negara dari "Pengakuan" Negara asing yang kerap terjadi, kami Natuna penghasil sumber daya mineral terbesar yang bahkan ada yang belum dieksplor sama sekali. Kami memang tidak minta perhatian lebih, namun sadarlah, bahwa kami juga Indonesia yang mempunyai hak-hak yang adil dengan daerah-daerah lain.

Herkules, via m.liputan6.com


Terimakasih kepada para wartawan dan kawan-kawan seperjuangan yang telah sudi menjadi penyambung lidah dalam menyampaikan aspirasi kita. Penting untuk digaris bawahi, kami masyarakat Natuna dan TNI AU itu adalah dekat dan erat. Bahkan sejak dulu, orang-orang tua kami telah merasakan hubungan baik bersama para TNI AU dalam membuka akses mobilitas udara agar terlepas dari keterisoliran. Jika dengan melanggar peraturan mereka lebih peduli dan sangat dekat dengan kami masyarakat Natuna, saya kira perlu aturan khusus atau misi terbang khusus untuk menopang kesejahteraan masyarakat perbatasan sebagai tindakan penjagaan kedaulatan NKRI. Bukan malah mengeksekusi tanpa melihat akar permasalah.. ingat, kedaulatan untuk kemakmuran rakyat.. rakyat tak makmur, kedaulatan akan sering menjadi tanda tanya dalam kepala kecil kami anak perbatasan. (Said M. Qadry)
Baca juga : Surat Terbuka untuk Mr. Presiden dari Natuna

No comments:

Post a Comment